Semantik


PERUBAHAN MAKNA
(Generalisasi, Spesialisasi, Peyorasi, Ameliorasi, Sinestesia, dan Asosiasi)
disusun oleh Shafariana
I.          Pendahuluan
Manusia telah dikodratkan sebagai makhluk sosial, sehingga manusia membutuhkan manusia lain dalam kehidupan ini baik secara langsung maupun tidak langsung. Ini menyebabkan manusia memerlukan komunikasi untuk berinteraksi. Oleh karena itu, bahasa hadir sebagai alat komunikasi yang digunakan manusia untuk melakukan interaksi.
Kita ketahui bahwa bahasa digunakan untuk berkomunikasi, tentu bahasa itu memiliki tujuan untuk menyampaikan pesan ataupun informasi. Oleh karena itu, bahasa memiliki makna yang telah diketahui oleh para komunikator. Makna bahasa perlu dipelajari agar para komunikator tidak menggunakan bahasa secara tidak tepat, sehingga pesan atau informasi yang disampaikan oleh informan dapat diterima dengan baik.
Ilmu yang mempelajari tentang makna bahasa disebut semantik. Semantik sangat penting bagi para komunikator. Ini dikerenakan untuk menghindari penggunaan kata yang bersifat ambigu, sehingga pesan atau informasi yang diterima oleh penerima dapat sesuai dengan apa yang dimaksud oleh pemberi informasi.
Berbicara tentang makna, kita tak bisa lepas dari perkembangan makna itu sendiri. Dalam bahasa, makna secara sinkronis tidak dapat berubah, tetapi secara diakronis suatu makna dapat saja berubah. Namun, perubahan itu tidak terjadi dalam jangka waktu yang singkat melainkan dalam jangka waktu yang lama. Selain itu perubahan makna tidak berlaku pada setiap kata, hanya ada beberapa kata yang mengalami perubahan makna.
Perubahan makna dalam bahasa menurut Chaer (2009), terjadi disebabkan karena adanya perkembangan dalam ilmu dan teknologi, perkembangan sosial dan budaya, perbedaan bidang pemakaian, adanya asosiasi, pertukaran tanggapan indra, perbedaan tanggapan, adanya penyingkatan, proses gramatikal, dan pengembangan istilah. Sementara menurut Pateda (2010), perubahan makna sebagai akibat perubahan lingkungan, pertukaran tanggapan indra, gabungan leksem, tanggapan pemakai bahasa asosiasi, dan perubahan bentuk kata. Perubahan makna itu secara umum dapat berupa generalisasi, spesialisasi, peyorasi, ameliorasi, sinestesia, dan asosiasi. Jenis-jenis perubahan tersebut sangat menarik untuk dibahas karena dari jenis perubahan makna akan menghasilkan sebuah kata dengan makna yang baru, kita juga dapat menemukan kata yang tidak pernah terlintas di benak, memiliki suatu makna yang sekarang berubah maknanya yang mungkin jauh dari makna yang sebelumnya. Oleh karena alasan tersebut saya tertarik untuk membahas perubahan makna khususnya generalisasi, spesialisasi, peyorasi, ameliorasi, sinestesia, dan asosiasi. Harapan dalam makalah ini yakni pembaca dapat mengetahui dan memahami lebih jauh mengenai kata-kata yang mengalami perubahan makna dan jenis-jenis perubahan makna itu sendiri.


II.       PEMBAHASAN
Dalam bahasa, makna secara sinkronis tidak dapat berubah, tetapi secara diakronis suatu makna dapat saja berubah. Namun, perubahan itu tidak terjadi dalam jangka waktu yang singkat melainkan dalam jangka waktu yang lama. Selain itu perubahan makna tidak berlaku pada setiap kata, hanya ada beberapa kata yang mengalami perubahan makna.
Menurut Ullmann dalam Pateda (2010:162) ada beberapa faktor yang memudahkan perubahan makna terjadi yakni bahasa mengalami perkembangan, makna kata itu sendiri samar-samar, kehilangan motivasi, adanya kata-kata yang bermakna ganda, kata terdapat dalam konteks yang membingungkan, dan struktur kosa kata. Ullmann (Pateda, 2010:163) juga menyebutkan ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan makna, yaitu faktor kebahasaan, kesejarahan, sosial, psikologis, pengaruh bahasa asing, dan kebutuhan kata yang baru. Perubahan makna dalam bahasa menurut Chaer (2009), terjadi disebabkan karena adanya perkembangan dalam ilmu dan teknologi, perkembangan sosial dan budaya, perbedaan bidang pemakaian, adanya asosiasi, pertukaran tanggapan indra, perbedaan tanggapan, adanya penyingkatan, proses gramatikal, dan pengembangan istilah. Sementara menurut Pateda (2010), perubahan makna sebagai akibat perubahan lingkungan, pertukaran tanggapan indra, gabungan leksem, tanggapan pemakai bahasa asosiasi, dan perubahan bentuk kata. Perubahan makna itu secara umum dapat berupa generalisasi, spesialisasi, peyorasi, ameliorasi, sinestesia, dan asosiasi.
A.    Generalisasi dan Spesialisasi
1.    Generalisasi
Generalisasi atau perluasan makna adalah perubahan makna yang mana suatu kata atau leksem awalnya memiliki sebuah makna atau bermakna khusus atau sempit, kemudian memiliki makna-makna lain atau bermakna umum atau luas sebagai akibat dari penggunaan kata itu sendiri. Namun, generalisasi atau perluasan makna ini masih dalam lingkup polisemi sehingga masih memiliki makna aslinya.

Contoh dari generalisasi atau perluasan makna sebagai berikut.
a.    Kata ‘bapak’ yang awalnya bermakna ‘orang tua laki-laki yang memiliki pertalian darah’, sekarang bermakna ‘semua orang tua laki-laki’. Penggunaan kata ‘bapak’ dapat dilihat dalam kalimat berikut.
1)   Bapak saya bekerja sebagai tukang jahit.
2)   “Kepada Bapak Sudaryanto, kami persilahkan.”
3)   Joni tidak mengetahui nama bapak yang menolongnya di pantai.
Selain kata ‘bapak’, kata kekerabatan seperti ibu, kakak, adik, nenek, kakek, paman, bibi, dan saudara juga mengalami perluasan makna atau generalisasi.
b.    Kata ‘kepala’ yang awalnya dihubungkan dengan makna ‘bagian dari anggota tubuh yang letaknya diatas atau tempat otak’, sekarang meluas maknanya, selain makna awalnya juga memiliki makna ‘sesuatu yang berada di atas atau berposisi tinggi’. Penggunaannya dapat dilihat dalam kalimat berikut.
1)   Kepala Susi terbentur di batu saat terjatuh di depan sekolah.
2)   Kepala sekolah menghimbau semua murid untuk mengadakan kerja bakti setiap hari Jumat.
3)   Harga tiket untuk masuk ke wahana bermain yakni tiga puluh ribu per kepala.
c.    Kata ‘kandungan’ yang awalnya bermakna ‘bayi yang berada di dalam perut ibu’, kini meluas menjadi ‘isi yang berada di dalam suatu hal’. Penggunaannya seperti:
1)   Kandungan Bu Leni berusia enam bulan.
2)   Makanan yang disita oleh Badan BPOM memiliki kandungan kimia yang berbahaya untuk kesehatan.
d.   Kata ‘berlayar’ yang awalnya bermakna ‘mengarungi laut dengan kapal yang memiliki layar’, kini meluas menjadi ‘mengarungi laut dengan semua jenis kapal’.
e.    Kata ‘petani’ yang awalnya dihubungkan dengan makna ‘orang yang bercocok tanam tanaman padi’, kemudian meluas menjadi ‘orang yang pekerjaannya bercocok tanam berbagai jenis tanaman’.
2.    Spesialisasi
Spesialisasi atau penyempitan makna adalah perubahan makna yang mana suatu kata atau leksem awalnya memiliki makna yang lebih luas atau umum kemudian memiliki makna yang terbatas atau khusus sebagai akibat dari penggunaan kata itu sendiri.
Contoh dari spesialisasi atau penyempitan makna sebagai berikut.
a.    Kata ‘sarjana’ yang awalnya memiliki makna yang mencakup ‘semua orang pandai atau cendikiawan’, kemudian dibatasi maknanya menjadi ‘semua orang yang lulus di perguruan tinggi’. Jadi, saat ini jika seseorang memiliki ilmu yang luas atau sangat pandai tetapi tidak lulus dari suatu perguruan tinggi maka ia tidak dapat dikatakan sebagai sarjana. Sebaliknya, jika ia tidak memiliki indeks prestasi yang tinggi tetapi lulus dari suatu perguruan tinggi maka ia dapat dikatakan sebagai sarjana.
b.    Kata ‘kitab’ yang awalnya memiliki makna ‘lembaran-lembaran yang dijilid menjadi satu’, kemudian dibatasi maknanya menjadi ‘wahyu Tuhan yang dijilid’. Sebelumnya kata ‘kitab’ digunakan sebagai sebutan lain dari buku, tetapi sekarang kata ‘kitab’ digunakan pada ‘kitab suci Al’-Qur’an’, ‘kitab Injil’, ‘kitab Taurat’, dan ‘kitab Zabur’.
c.    Kata ‘skripsi’ yang awalnya dihubungkan dengan makna ‘tulisan tangan’, kemudian dibatasi maknanya menjadi ‘tulisan mahasiswa yang disusun sebagai persyaratan menempuh ujian untuk memperoleh gelar S-1.
d.   Kata ‘sastra’ yang awalnya bermakna ‘tulisan’, kemudian dibatasi maknanya mejadi ‘karangan-karangan yang bernilai keindahan dan dapat menggugah perasaan’.
e.    Kata ‘pesawat’ yang awalya bermakna ‘semua alat yang mempermudah suatu pekerjaan’, kemudian dibatasi maknanya menjadi ‘kapal terbang’.

B.     Ameliorasi dan Peyorasi
1.    Ameliorasi
Kata ameliorasi berasal dari bahasa Latin, ‘melor’ yang berarti lebih baik. Ameliorasi atau penghalusan makna atau disebut juga eufemia adalah jenis perubahan makna yang mana suatu kata atau leksem diganti dengan kata lain yang dianggap memiliki makna yang lebih baik, lebih halus, lebih sopan atau lebih terhormat.
Contoh dari ameliorasi atau penghalusan makna atau eufemia sebagai berikut.
a.    Kata ‘buta’ yang bermakna ‘keadaan seseorang yang tidak dapat melihat’, sekarang diganti dengan kata ‘tuna netra’.
b.    Kata ‘pelayan di pesawat’ yang bermakna ‘orang yang melayani penumpang di pesawat’, sekarang diganti dengan kata ‘pramugari”.
c.    Kata ‘meningggal’ yang bermakna ‘tidak hidup, tidak bernyawa’, sekarang diganti dengan kata ‘wafat’.
d.   Kata ‘bunting’ yang bermakna ‘keadaan mengandung di perut’, sekarang diganti dengan kata ‘hamil’.
e.    Kata ‘orang gila’ yang bemakna ‘orang yang sakit jiwa, melakukan hal yang tidak semestinya’, sekarang diganti dengan kata ‘cacat mental’.
2.    Peyorasi
Kata peyorasi berasal dari bahasa Latin, ‘pelor’ yang bermakna ‘jelek’. Peyorasi atau pengasaran makna atau disebut juga disfemia adalah jenis perubahan makna yang mana suatu kata atau leksem awalnya memiliki makna yang baik kemudian memiliki makna yang dianggap lebih rendah, lebih kasar, atau lebih buruk dari makna asalnya. Kata tersebut biasanya dilakukan oleh pengguna bahasa dalam situasi yang tidak ramah atau menunjukkan kejengkelan.
Contoh dari peyorasi atau pengasaran makna atau disfemia sebagai berikut.
a.    Kata ‘kroni’ yang awalnya bermakna ‘sahabat’, kini bermakna ‘kawan dari orang penjahat’.
b.    Kata ‘oknum’ yang awalnya bermakna ‘perseorangan’, kini bermakna ‘orang atau bagian dari suatu kelompok yang bertindak kurang baik’.
c.    Kata ‘fundametalis’ yang awalnya bermakna ‘orang yang berpegang teguh pada prinsip’, kini bermakna ‘penganut gerakan keagamaan yang bersifat kolot dan reaksioner yang selalu merasa perlu kembali ke ajaran agama yang asli seperti yang tersurat di kitab suci’.
d.   Kata ‘gerombolan’ yang awalnya bermakna ‘sekelompok orang, orang yang berkelompok’, kini bermakna ‘pengacau, pemberontak, perampok, pencuri’
C.    Sinestesia dan Asosiasi
1.    Sinestesia
Sinestesia adalah jenis perubahan makna yang terjadi akibat pertukaran tanggapan dua indra yang berbeda. Gejala ini juga digunakan oleh penyair untuk mengungkapkan perasaan dalam karyanya.
Contoh dari sinestesia sebagai berikut.
a.    Frasa ‘pengalaman pahit’, yang mana kata ‘pahit’ merupakan tanggapan dari indra pengecap tetapi ditanggapi oleh indra perasa pada kata ‘pengalaman’.
b.    Frasa ‘muka masam’, yang mana kata ‘masam’ merupakan tanggapan dari indra penglihatan tetapi ditanggapi oleh indra pengecap pada kata ‘masam’.
c.    Kalimat ‘Suara seorang ibu selalu lembut didengar’, yang mana kata ‘lembut’ merupakan tanggapan dari indra perasa tetapi ditanggapi oleh indra pendengar pada kata ‘suara’.
d.   Kalimat ‘Kata-kata Pak Joni terdengar begitu pahit oleh karyawannya’ yang mana kata ‘pahit’ merupakan tanggapan indra pengecap tetapi ditanggapi oleh indra pendengaran pada kata ‘kata-kata’.
e.    Baris syair ‘Wangiku telah menjadi garam dalam lautmu’, yang mana kata ‘wangi’ merupakan tanggapan oleh indra penciuman tetapi ditanggapi oleh indra pengecap pada kata ‘garam’.
2.    Asosiasi
Asosiasi adalah jenis perubahan makna yang terjadi akibat adanya persamaan sifat yakni makna yang dihubungkan dengan benda lain yang dianggap mempunyai kesamaan sifat, biasaya disebut makna konotasi atau makna kias.
Contoh dari asosiasi sebagai berikut.
a.    Kata ‘amplop’, yang awalnya hanya bermakna ‘pembungkus surat’, kini dapat juga dimaknai ‘sogokan, suap’. Berikut penerapannya:
1)   Ani lupa menulis alamat surat di bagian depan amplop biru itu.
2)   Pak Wisnu memberi amplop kepada warga agar sehingga memiliki suara terbanyak dalam pemilihan kepala desa.
b.    Kata ‘tikus’, yang awalnya hanya bermakna ‘binatang pengerat yang sering menimbulkan kerugian’, kini dapat juga dimaknai ‘koruptor’. Berikut penerapannya:
1)   Ayah telah memasang perangkap tikus di dapur.
2)   Para tikus itu mengambil uang rakyat sebesar lima miliyar.
c.    Kata ‘merah’, yang awalnya hanya bermakna ‘warna dasar yang serupa dengan warna darah’, kini dapat juga dimaknai ‘jelek, tidak bagus, tidak baik. Berikut penerapannya:
1)   Anak hilang itu memakai baju merah bergambar tokoh doraemon.
2)   Tak ada satu pun nilai merah yang tercantum di rapor Budi.
d.   Kata ‘kursi’, yang awalnya hanya bermakna ‘tempat duduk’, kini dapat juga dimaknai ‘jabatan, kekuasaan’. Berikut penerapannya:
1)   Pak Heru belum mengecat kursi yang ada di ruangan teater.
2)   Para anggota legislatif saling memperebutkan kursi DPR.
e.    Kata  ‘kakap’, yang awalnya hanya bermakna ‘ikan laut buas yang berbadan lebar dan pipih’, kini dapat juga dimaknai ‘tingkat tinggi secara fisik atau kualitas’. Berikut peneraapanya:
1)   Nelayan yang baru saja datang, membawa banyak kakap dari laut.
2)   Koruptor kelas kakap ditangkap oleh KPK.


III.    Penutup
Berbicara tentang makna, kita tak bisa lepas dari perkembangan makna itu sendiri. Secara diakronis suatu makna dapat saja berubah, tetapi perubahan itu tidak terjadi dalam jangka waktu yang singkat melainkan dalam jangka waktu yang lama.
Perubahan makna dalam bahasa menurut Chaer (2009), terjadi disebabkan karena adanya perkembangan dalam ilmu dan teknologi, perkembangan sosial dan budaya, perbedaan bidang pemakaian, adanya asosiasi, pertukaran tanggapan indra, perbedaan tanggapan, adanya penyingkatan, proses gramatikal, dan pengembangan istilah. Sementara menurut Pateda (2010), perubahan makna sebagai akibat perubahan lingkungan, pertukaran tanggapan indra, gabungan leksem, tanggapan pemakai bahasa asosiasi, dan perubahan bentuk kata. Perubahan makna itu secara umum dapat berupa generalisasi, spesialisasi, peyorasi, ameliorasi, sinestesia, dan asosiasi.
Generalisasi adalah perubahan makna yang mana suatu kata atau leksem awalnya memiliki sebuah makna atau bermakna khusus atau sempit, kemudian memiliki makna-makna lain atau bermakna umum atau luas sebagai akibat dari penggunaan kata itu sendiri. Spesialisasi adalah perubahan makna yang mana suatu kata atau leksem awalnya memiliki makna yang lebih luas atau umum kemudian memiliki makna yang terbatas atau khusus. Peyorasi adalah jenis perubahan makna yang mana suatu kata atau leksem awalnya memiliki makna yang baik kemudian memiliki makna yang dianggap lebih rendah, lebih kasar, atau lebih buruk dari makna asalnya. Ameliorasi adalah jenis perubahan makna yang mana suatu kata atau leksem diganti dengan kata lain yang dianggap memiliki makna yang lebih baik, lebih halus, lebih sopan atau lebih terhormat. Sinestesia adalah jenis perubahan makna yang terjadi akibat pertukaran tanggapan dua indra yang berbeda. Asosiasi adalah jenis perubahan makna yang terjadi akibat adanya persamaan sifat yakni makna yang dihubungkan dengan benda lain yang dianggap mempunyai kesamaan sifat.



DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Zaki. 2013. Perubahan Makna Kata dalam Bahasa Indonesia. http://zakianwarfarizan.blogspot.com/2013/10/perubahan-makna.html#sthash.w1eiAPNK.dput. diakses pada 18 Maret 2015
Chaer, Abdul. 2009. Pengantar Semantik Bahasa Indoesia. Ed Revisi. Jakarta: Rineka Cipta
Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Ed Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka
Pateda, Mansoer. 2010. Semantik Leksikal. Ed Kedua. Jakarta: Rineka Cipta
Septiana, Adella Wulan. 2012. Perubahan Makna. https://awulans.wordpress.com/2012/11/11/perubahan-makna/. diakses pada 18 Maret 2015
Waridah, Ernawati. 2008. EYD dan Seputar Kebahasa-Indonesiaan. Jakarta: Kawan Pustaka



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bahasa Daerah Makassar

Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia

Apresiasi Puisi Indonesia