Bahasa Daerah Bugis
Pembagian Jenis
Kata
oleh Shafariana, dkk
oleh Shafariana, dkk
I.
Pendahuluan
Bahasa merupakan alat komunikasi yang
dilakukan oleh masyarakat dalam berintraksi dengan tujuan untuk menyampaikan
ide, gagasan, pesan, ataupun informasi. Salah satu ciri bahasa yakni unik. Hal
ini dikarenakan antara suatu negara, bangsa, bahkan daerah memiliki bahasa yang
berbeda.
Kita yang berkewarganegaraan Indonesia
memiliki bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional sekaligus bahasa negara. Indonesia
yang merupakan negara kepulauan, yang terdiri dari berbagai daerah, maka
Indonesia memiliki berbagai kebudayaan yang beragam termasuk bahasanya. Setiap
daerah di Indonesia memiliki sebuah bahasa yang menjadi ciri khas daerah
tersebut yang umumnya disebut bahasa daerah.
Salah satu daerah atau wilayah bagian
Indonesia yang memiliki bahasa daerah adalah Sulawesi Selatan. Bahasa daerah di
Sulawesi Selatan secara umum ada dua yakni bahasa Bugis dan bahasa Makassar.
Kedua bahasa itu hampir sama dan juga memiliki beberapa dialek.
Pembahasan mengenai bahasa daerah sangat luas
mengingat kita berada di Indonesia yang merupakan negara kepulauan yang terdiri
dari berbagai daerah. Oleh karena itu, kami sebagai penulis makalah ini hanya
akan membahas tentang salah satu bahasa daerah di Sulawesi Selatan yakni bahasa
Bugis. Adapun makalah ini berisi pembahasan mengenai jenis-jenis kata dalam
bahasa Bugis.
II. PEMBAHASAN
Tata bahasa
tradisional mengelompokkan kata atas sepuluh jenis, yaitu:
1.
Kata benda atau nomina
2.
Kata kerja atau verba
3.
Kata sifat atau adjektiva
4.
Kata ganti atau pronomina
5.
Kata bilangan atau numeralia
6.
Kata keterangan atau adverbia
7.
Kata sambung atau konjungsi
8.
Kata depan atau preposisi
9.
Kata sandang atau artikel
10.
Kata seru atau interjeksi
Penggolongan jenis
kata tersebut berdasarkan arti yang didukungnya yang mana dipikirkan secara
filosofis oleh Aristoteles. Namun, terdapat beberapa kelemahan pembagian jenis
kata tersebut, seperti kata ganti sebagai suatu jenis kata yang sebenarnya
adalah kata benda karena hanya menggantikan kata benda dalam keadaan tertentu.
Alasan tersebut menyebabkan para ahli linguistik modern mencari jalan keluar
dengan menyederhanakan penggolongan jenis kata menjadi empat jenis, yakni:
1.
Kata benda atau nomina
2.
Kata kerja atau verba
3.
Kata sifat atau adjektiva
4.
Kata tugas (function word)
Sementara itu, S.
Takdir Alisjahbana (1954: 95-96) membagi jenis kata dalam bahasa Indonesia
sebagai berikut.
1.
Kata benda atau subtantiva, di dalamnya termasuk kata ganti atau
pronomina
2.
Kata kerja atau verba
3.
Kata keadaan atau adjektiva, di dalamnya termasuk kata bilangan atau
numeralia
4.
Kata sambung atau konjungsi, di dalamnya termasuk kata depan atau
preposisi
5.
Kata sandang atau artikel
6.
Kata seru atau interjeksi
Partikel (-lah,
-kah, dan –pun) dibicarakan dalam kelompok akhiran.
Dalam buku ‘Tata
Bahasa Baku Bahasa Indonesia’ (1992: 76-249) ditemukan pembagian jenis kata
sebagai berikut.
1.
Verba
2.
Nomina, pronomina, dan numeralia
3.
Adjektiva
4.
Adverbia
5.
Kata tugas: preposisi, konjungsi, interjeksi, artikel, dan partikel.
Pada bahasa Bugis,
pembagian jenis kata mengacu pada pembagian jenis kata seperti yang tercantum
dalam buku ‘Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia’ seperti yang disebutkan di atas.
Oleh karena itu, pembagian jenis kata dalam bahasa Bugis meliputi kata benda
atau nomina, kata kerja atau verba, kata sifat atau adjektiva, kata ganti atau
pronomina, kata bilangan atau numeralia, kata keterangan atau adverbia, dan
kata tugas yang meliputi kata depan atau preposisi kata penghubung atau
konjungsi, kata seru atau interjeksi, kata sandang atau artikel, dan partikel.
A. Kata Benda atau Nomina
Pembagian jenis kata ini berdasarkan tiga kriteria yakni
ciri morfologis, ciri sintaksis, dan ciri semantis.
1. Ciri morfologis
Kata benda atau nomina berdasarkan ciri morfologis mencakup
dua hal sebagai berikut.
a. Afiksasi
1) Prefiks
Prefiks
dalam bahasa Bugis yang dapat membentuk nomina yakni:
1) Pa-
Contoh:
ü
Pa- + taneng à pattaneng ‘penanam’
ü
Pa- + duppa
à paqduppa ‘pengundang’
ü
Pa- + kareso à paqkareso ‘pekerja’
ü
Pa- + jappa à paqjappa ‘tukang
jalan’
ü
Pa- + nasu à pannasu ‘tukang masak’
2) Pappa-
Contoh:
ü
Pappa- + lalo à pappalalo ‘perizinan’
ü
Pappa- + décéng
à pappédécéng ‘kebaikan’
ü
Pappa- + jaq à pappejaq ‘kejahatan’
ü
Pappa- + katulutulu à pappakatulutulu ‘penipuan’
3) Pappaka-
Contoh:
ü
Pappaka- + tajang à pappakatajang ‘penerangan’
ü
Pappaka- + leqbi
à pappakaleqbi ‘pemuliaan’
ü
Pappaka- + tuna à pappakatuna ‘penghinaan’
ü
Pappaka- + tanré à pappakatanré ‘peninggian’
ü
Pappaka- + commoq à pappakacommoq ‘penggemukan’
4) Pappasi-
Contoh:
ü
Pappasi- + sala à pappasisala ‘pemecah belah’
ü
Pappasi- + dapi
à pappasidapi ‘penyampai’
ü
Pappasi- + ereq
à pappasiereq ‘pemersatu’
ü
Pappasi- + sumpung
à pappasisumpung ‘penghubung’
5) Passi-
Contoh:
ü
Passi- + uno à passiuno ‘pemberani dalam pembunuhan’
ü
Passi- + gajang à passigajang
‘pemberani dalam penikaman’
Semua
prefiks tersebut merupakan alomorf dari morfem pa-.
2) Infiks
Infiks
dalam bahasa Bugis yang dapat membentuk nomina yakni:
a) –ar-
Contoh:
ü
-ar- + géqgé à garéqgé ‘gergaji’
b) –al-
Contoh:
ü
-al- + genrung à galenrung ‘sejenis bunyi
lemparan’
3) Sufiks
Sufiks
dalam bahasa Bugis yang dapat membentuk nomina yakni sufiks –eng.
Contoh:
ü
tudang + -eng à tudangeng ‘tempat duduk’
ü
léwu + -eng
à léwureng ‘tempat tidur’
ü
énung + -eng à énungeng ‘minuman’
ü
taneng + -eng à tanengeng ‘ bibit tanaman’
4) Konfiks
Konfiks
dalam bahasa Bugis yang dapat membentuk nomina yakni:
a) a-eng
Contoh:
ü
a- + leqbi + -engà aleqbireng ‘kemuliaan’
ü
a- + pettu + -engà apettungeng ‘keputusan’
ü
a- + tajang + -eng à atajengeng ‘keterangan’
b) appa-eng
Contoh:
ü
appa- + dua + -engà appaqduangeng ‘pemusyrikan’
ü
appa- + dépu-répung + -eng à appadépu-répungeng
‘penghematan’
ü
appa- + bene + -eng à appabeneng ‘alat urusan
memperistrikan'
ü
appa- + réngngerrang
+ -eng à apparéngngerrangeng
‘peringatan’
c) appasi-eng
Contoh:
ü
appasi- + boko + -engà appasibokoreng
‘hal
tentang perseteruan’
ü
appasi- + dapi + -eng à appasidapireng
‘hal
tentang persambungan’
ü
appasi- + sisalang +
-eng à appasisalangeng
‘hal tentang perselisihan’
d) assi-eng
Contoh:
ü
assi- + boko + -engà assibokoreng ‘perselisihan’
ü
assi- + dapi + -eng à assidapireng ‘persambungan’
ü
assi- + salang + -eng à assisalangeng ‘perselisihan’
b. Klitisasi
Klitisasi
dalam bahasa Bugis yang dapat membentuk nomina berupa enklitik yakni:
1) -na
Contoh:
ü
Rio + -na à riona ‘gembiranya’
ü
Siriq + -na
à siriqna ‘malunya’
ü
Kuttu + -na à kuttunna ‘malasnya’
ü
Sagéna
+ -na à sagénana ‘kelonggarannya’
ü
pakarangan+
-na à pakaranganna ‘pekarangannya’
2) -mu
Contoh:
ü
Sussa + -mu à sussamu ‘susahmu’
ü
Rio + -mu
à riomu ‘gembiramu’
ü
Sikola + -mu à sikolamu ‘sekolahmu’
ü
Béppa + -mu à béppamu ‘kuemu’
ü
Daéng + -mu à daengmu ‘kakakmu’
3) -ku
Contoh:
ü
Elo + -ku à eloku ‘mauku’
ü
Sara + -ku
à saraku ‘sedihku’
ü
Bola + -ku à bolaku ‘rumahku’
ü
Indoq + -ku à indoqku ‘ibuku’
ü
Gauq + -ku à gauqku ‘kelakuanku’
2. Ciri sintaksis
Kata benda atau nomina berdasarkan ciri sintaksis dapat
ditemukan dalam struktur berikut.
a. Semua kata yang dapat diterangkan dengan kata sifat
sehingga membentuk frasa benda, digolongkan sebagai kata benda.
Contoh:
ü
Tau décéng ‘orang baik’
KB KS
ü
Anging maraja ‘angin kencang’
KB KS
ü
Wanua battoa ‘kampung besar’
KB
KS
ü
Bola baru ‘rumah baru’
KB KS
b. Semua kata yang dapat menempati fungsi objek oleh kata
kerja transitif digolongkan kata benda.
Contoh:
ü
... mannasu nanré ‘memasak nasi’
KK KB
ü
... manre béppa ‘makan
kue’
KK KB
ü
... melli paqbura ‘beli obat’
KK
KB
ü
... mattaneng ase ‘menanam
padi’
KK
KB
ü
... maqbaluq boq ‘menjual buku’
KK
KB
3. Ciri semantis
Jika diperhatikan secara seksama kategori kata benda maka
dapat disadari bahwa dibalik kata itu terkandung pula konsep semantis tertentu.
Contoh:
ü
Bola ‘rumah’
Memiliki
ciri semantis yang mengacu ke lokasi
ü
Piso ‘pisau’
Memiliki
ciri semantis yang mengacu ke alat
ü
Uleng ‘bulan’
Memiliki
ciri semantis yang mengacu ke waktu
ü
Wase ‘kapak’
Memiliki
ciri semantis yang mengacu ke alat untuk memotong benda yang besar
ü
Pappallengngi ‘pelicin’
Memiliki
ciri semantis yang mengacu ke alat yang dapat melicinkan sesuatu
Jika ada kalimat yang melanggar ciri semantis seperti
tersebut di atas, maka kalimat itu akan ditolak.
Contoh:
ü
Bola mattaneng asé.
KB
KK KB
Rumah
menanam padi.
ü
Wase ipaké makkireq béppa.
KB
KK KB
Kapak
dipakai mengiris kue.
ü
Piso ipaké matteqbang aju
KB KK
KK KB
Pisau
dipakai menebang pohon kayu
B. Kata Kerja atau Verba
Untuk menentukan apakah suatu kata termasuk kata kerja atau tidak,
ditempuh cara seperti yang dilakukan pada kata benda, sebagai berikut.
1.
Ciri Morfologis
Ciri morfologis kata kerja mencakup (1) afiksasi dan (2) klitisasi.
a.
Afiksasi
Semua
kata yang berafiksasi sebagai berikut, termasuk jenis kata kerja.
1)
Prefiks
a)
Ma-
Misalnya:
ü
Ma- + ruki à maruki ‘menulis’
ü
Ma- + dareq à maqdareq ‘berkebun’
ü
Ma- + béngkung à maqbéngkung ‘mencangkul’
ü
Ma- + lémpa à mallempa ‘memikul’
ü
Ma- + pasipulung à mappasipulung ‘mengumpulkan’
ü
Ma- + elli à mangelli ‘membeli’
b)
A-,
Misalnya :
ü
A- + dékéng à aqdékéng ‘berhitung’
ü
A- + jama à aqjama ‘bekerja’
ü
A- + loténg à alloteng ‘berkelahi’
ü
A- + ruki à aruki ‘tulis’
c)
Ri-,
Misalnya :
ü
Ri- + ala à riala ‘diambil’
ü
Ri- + suro à risuro ‘disuruh’
ü
Ri- + taro à ritaro ‘ditaruh’
2)
Sufiks
-i, misalnya:
ü
Ita + -i à itai ‘lihat’
ü
Engkalinga + -i à engkalingai ‘dengarkan’
ü
Kapéseq + -i à kapéseqi ‘rabai’
b.
Klitisasi
Kata
yang dilekati klitik dalam hal ini proklitik yang berperan sebagai pelaku,
tergolong kata kerja.
1)
U-
Misalnya :
ü
U- + ala à uala ‘kuambil’
ü
U- + sappa à usappa ‘kucari’
ü
U- + baluq à ubaluq ‘kujual’
2)
Mu-
Misalnya :
ü
Mu- + ita à muita ‘kau lihat’
ü
Mu- + akka à muakka ‘kau angkat’
ü
Mu- + elli à muelli ‘kau beli’
3)
Ta’
Misalnya : (ki-)
ü
Ta- + ita à taita ‘kau lihat’ (bentuk hormat)
ü
Ki- + ala à kiala ‘kau ambil’
ü
Ta- + akka à taakka ‘kau angkat’
4)
Na-
Misalnya :
ü
Na- + baca à nabaca ‘dia baca’
ü
Na- + uki à nauki ‘dia tulis’
ü
Na- + elli à naelli ‘dia beli’
2.
Ciri Sintaksis
Ciri sintaksis kata kerja dapat ditemukan dalam struktur sebagai
berikut.
a.
Semua kata yang
dapat diiringi dengan kata sibawa + kata sifat tergolong kata kerja.
Misalnya :
ü
Padangngi sibawa madécéng ‘beri tahukan dengan baik’
KK KS
ü
Wéréngi sibawa cenning
ati ‘berikan dengan ikhlas’
KK KS
b.
Semua kata yang
dapat diiringi oleh kata-kata yang mengisyaratkan waktu pelaku seperti di bawah
ini.
1)
Mattengngang
Misalnya :
ü
Mattengngang
manré ‘sedang makan’
KK
ü
Mattengngang
ménung ‘sedang minum’
KK
ü
Mattengngang
tudang ‘sedang duduk’
KK
2)
Pura
Misalnya :
ü
Pura
rékéng ‘sudah
dihitung’
KK
ü
Pura
cemmé ‘sudah mandi’
KK
ü
Pura
léwu ‘sudah baring’
KK
3)
Melo
Misalnya :
ü
Melo
cénga ‘mau
menengadah’
KK
ü
Melo
giling ‘mau menoleh’
KK
ü
Melo
ménung ‘mau minum’
KK
3.
Ciri Semantis
Fungsi utama kata kerja ialah sebagai predikat atau sebagai inti
predikat dalam kalimat walaupun dapat juga mempunyai fungsi lain.
Kata kerja mengandung berbagai makna dasar. Misalnya :
ü
Lari ‘lari’ : mengandung makna perbuatan’
ü
Malleqpoq ‘meledak’ : mengandung makna proses
ü
Matinro ‘tidur’ : mengandung makna keadaan
Makna kata kerja tersebut diatas dapat dilihat, yang berfungsi
sebagai predikat atau inti predikat, pada kalimat di bawah ini.
ü
Tau éro mattengngang
lari.
FB FK
‘orang
itu sedang lari’
ü
Bang oto malleqpoq.
FB KK
‘ban
mobil meledak’
ü
Anaq-anaq éro matinro
tongeng.
FB KK KKet
‘anak-anak
itu tidur betul.’
4.
Transposisi
Kata-kata kerja pun dapat dipindahkan jenisnya ke jenis kata lain
dengan bantuan morfem terikat, misalnya:
Ménung ‘minum’ merupakan kata kerja diubah menjadi parénung ‘peminum’ yang merupakan kata benda, kemudian dibuah lagi menjadi énungeng ‘tempat
benda’.
Demikian juga sebaliknya, jenis kata lain dapat dialihkan menjadi
jenis kata kerja, misalnya:
Élong ‘nyanyian yang merupakan kata benda dapat beralih menjadi makkelong
‘menyanyi’ yang merupakan kata kerja.
Bola ‘rumah’ (kata benda) menjadi maqbola ‘membuat rumah’ (kata
kerja)
C. Kata Sifat atau Adjektiva
Untuk
menentukan apakah suatu kata termasuk kata sifat atau tidak, ditempuh cara
seperti yang dilakukan pada kata benda atua kata kerja, sebagai berikut.
1. Ciri
Morfologis
Dari segi ciri
morfologis atau bentuk, kata sifat bahasa Bugis dapat terbentuk:
si + reduplikasi kata
dasar + na
Misalnya:
ü
si-battoa-battoa-na ‘se-besar-besar-nya’
ü
si-sakka-sakka-na ‘se-lebar-lebar-nya’
ü
si-lampé-lampé-na ‘se-panjang-panjang-nya’
ü
si-kessing-kessing-na ‘se-baik-baik-nya’
ü
si-jaq-jaq-na ‘se-buruk-buruk-nya’
ü
si-taneq-taneq-na ‘se-berat-berat-nya’
ü
si-ringeng-ringeng-na ‘se-ringan-ringan-nya’
ü
si-cenning-cenning-na ‘se-manis-manis-nya’
ü
si-paiq-paiq-na ‘se-pahit-pahit-nya’
ü
si-puté-puté-na ‘se-putih-putih-nya’
ü
si-bolong-bolong-na ‘se-hitam-hitam-nya’
Jadi, kata
battoa, sakka, lampé, kissing, jaq, taneq, ringeng, cenning, paiq, puté, dan
bolong termasuk jenis kata sifat dalam bahasa Bugis.
Dalam cerita lama ditemukan rangkaian kata: joppani si-joppa-joppa-na ‘ia berjalan
ke mana-mana’. Kata joppa (yang
pertama) adalah kata kerja, sedangkan kata joppa-joppa yang diapit oleh si- dan
–na hanya bersifat menerangkan. Juga kata yang mengandung afiks sebagai
berikut, termasuk jenis kata sifat.
ta- (taG-, tappa-, takka-), mari, maqdi-, ka-… -ang
Misalnya:
ü
Ta- + tahang à tattahang ‘tertahan’
ü
Ta- + séleng à tasséleng ‘terkejut’
ü
Ta- + gappo à taqgappo ‘tertumbuk’
ü
Ta- + paliweng à tappaliweng ‘terlanjur’
ü
Ta- + kapépeq à takkapépeq ‘terkepepet’
ü
Mari- + olo à mariolo ‘terdepan’
ü
Mari- + wiring à mariwiring ‘tersamping’
ü
Maqdi- + munri à maqdimunri ‘kemudian’
ü
Maqdi- + olo à maqdiolo ‘lebih
dahulu’
ü
Ka- + poré + -ang à kaporéang ‘keunggulan’
ü
Ka- + puji + -ang à kapujiang ‘kepujian’
2.
Ciri Sintaksis
Dari
segi frasa, kata sifat dapat diterangkan oleh kata-kata: kaminang ‘paling’, leqbi
‘lebih’, siseng ‘sekali’. Misalnya:
ü
kaminang battoa ‘paling besar’
ü
leqbi battoa ‘lebih
besar’
ü
battoa siseng ‘besar sekali’
ü
kaminang baiccuq ‘paling
kecil’
ü
leqbi baiccuq ‘lebih
kecil’
ü
baiccuq siseng ‘kecil
sekali’
ü
kaminang tanré ‘paling
tinggi’
ü
leqbi tanré ‘lebih
tinggi’
ü
matanré siseng ‘tinggi
sekali’
3.
Ciri Semantis
Kata sifat atau adjektiva dapat juga dikenal dengan
cirri gradasi semantisnya, seperti berikut.
ü
baiccuq ‘kecil’
ü
baiccuq-iccuq ‘kecil-kecil’
ü
baiccuq laddeq ‘kecil sekali’
ü
kaminang baiccuq ‘paling kecil’
ü
maputé ‘putih’
ü
maputé-puté ‘putih-putih’
ü
maputé-laddeq ‘putih sekali’
ü
kaminang maputé ‘paling
putih’
ü
sogi ‘kaya’
ü
sogi-sogi ‘kaya-kaya’
ü
sogi laddeq ‘kaya sekali’
ü
kaminang sogi ‘paling
kaya’
ü
sogi tallangka-langka ‘kaya
raya’
Jadi,
kata baiccuq, maputé, sogi adalah jenis
kata sifat.
4.
Transposisi
Semua kata yang tergolong dalam kata sifat
dapat berpindah jenis ke jenis kata lain dengan bantuan morfem terikat. Misalnya:
puté ‘putih’ menjadi mapputé ‘menjadikan putih’, papputé ‘pemutih’,
KS KK KB
pappaputé ‘alat
untuk memutihkan’.
KB
Dengan demikian
sebaliknya, jenis kata lain dapat dipindahkan menjadi jenis kata sifat,
misalnya:
Ukka ‘buka’
merupakan kata kerja menjadi taqbukka ‘terbuka’ yang merupakan kata
sifat. Péré
‘geser’ merupakan kata kerja menjadi tappéré
‘tergeser’ yang merupakan kata sifat. Rémpeq ‘lempar’
yang merupakan kata kerja menjadi
taqdémpeq ‘terlempar’ yang merupakan kata sifat.
D. Kata Ganti atau Pronomina
Jika ditinjau dari segi artinya, kata ganti atau pronominal ialah kata yang dipakai untuk mengacukesuatunomina.
Nomina Ali dapat diacu dengan pronominal aléna ‘ia’. Bentuk -na pada Ali
mapeqdi ajéna
(mapeqdiajéna Ali) ‘Ali
sakit kakinya’,
mengacu ke
kata Ali.
Jika dilihat dari segi fungsinya, dapat dikatakan bahwa pronominal atau
kata ganti menduduki posisi yang umumnya diduduki oleh nomina atau kata benda, seperti subjek, objek, dan, dan dalam jenis kalimat tertentu juga predikat.
Ada
tiga macam
kata ganti dalam bahasa Bugis, yaitu (1) kata
ganti persona, (2) kata ganti penunjuk,
dan (3) kata ganti penanya.
1. Kata
ganti persona
Kata
ganti persona ialah kata ganti yang dipakai untuk mengacu pada diri sendiri, disebut kata
ganti persona pertama; ada yang mengacu pada orang yang diajak bicara, disebut kata
ganti persona kedua; dan ada
yang mengacu pada
orang yang dibicarakan, disebut kata ganti persona ketiga.
a. Kata ganti persona pertama
Kata ganti persona pertama ada yang mengacu pada persona tunggal dan ada juga yang mengacu pada persona jamak.
1) Persona
pertama tunggal
a) Iyaq
‘saya’, misalnya:
Iyaq maruki
‘saya menulis’
b) Aleku
‘diri saya’,
misalnya:
Aleku mollii ‘diri saya memanggilnya’
c) u-‘ku’,
misalnya:
Uala
I paqbura ‘kuambil ia obat (kuambil sebagai obat)’
d) -aq
‘saya’, misalnya:
Alakkaq(alangngaq)‘berikan saya’
e) -ku
‘-ku’, misalnya:
Bolaku ‘rumahku’
Bentuk u- adalah proklitik, sedangkan bentuk –aq dan –ku adalah bentuk enklitik ku menyatakan milik atau kepunyaan.
2) Persona
pertama jamak
a)
Idiq
‘kita’, misalnya:
Idiq malai ‘kita mengambilnya’
b)
Ta-
‘kita’, misalnya:
ü
Talao
‘kita pergi’
ü
Talaona ‘kita pergilah’
ü
Talao bawanna ‘kita pergi saja’
c)
-ta
‘kita’, misalnya:
ü
Bolata
‘rumah kita’
ü
Jamatta
‘pekerjaan kita’
ü
Aléta
‘dirikita’
Bentuk ta- adalah proklitik yang bervariasi dengan bentuk idiq sebagai bentuk bebas. Bentuk –ta adalah enklitik yang menyatakan milik.
b. Kata
ganti persona kedua
Kata ganti persona kedua ada yang mengacu pada persona tunggal dan ada yang mengacu pada persona jamak.
1) Persona kedua tunggal
a)
Iko
‘engkau’, misalnya:
ü
Ikolao
‘engkau pergi’
ü
Lao naiko
‘pergilah engkau’
ü
Iko malai ‘engkau mengambilnya’
b)
Idiq ‘engkau’
(hormat), misalnya:
ü
Joppaniqidiq
‘berangkatlahanda’
ü
Idiqna
‘engkaulah’
ü
Idiq lolongengngi ‘engkau menemukannya’
2) Persona kedua jamak
Untuk kata ganti
persona kedua jamak,
juga digunakan
kata iko atau idiq,
tetapi hanya diiringi dengan kata maneng atau
kata pada yang mendahuluinya, yang berarti
‘semua’, misalnya:
ü
Iko maneng (padaiko) parellu maqguru
KG FK
‘engkau semua perlu belajar’
ü
Iko maneng (padaiko) jamai
KG KK
‘engkau semua mengerjakannya’
ü
Idiq maneng (padaidiq) massumpunglolo
KG KK
‘engkau semua berfamili’, dapat juga berpengertian, ‘kita semua berfamili’
c. Kata
ganti persona ketiga
Kata ganti persona ketiga sama halnya dengan kata ganti persona
kedua, yaitu mengacu pada persona tunggal dan ada yang mengacu pada persona jamak.
1) Persona
ketiga tunggal
a) Ia (alena) ‘ia, dia’,
misalnya:
ü
Ia
(aléna) malai ‘ia mengambilnya’
ü
Ia taroi
‘ia menyimpannya’
ü
Ia mémeng
‘ia memang’
b) -na
‘-nya’, misalnya’
ü
Bolana
‘
rumahnya’
ü
Jamanna
‘pekerjaannya’
ü
Carana
‘caranya’
Bentuk –na adalah menyatakan milik.
2) Persona
ketiga jamak
Untuk kata ganti
persona ketiga jamak,
juga digunakan
kata aléna, tetapihanyadiiringidengan
kata maneng atau
kata pada yang mendahuluinya, yang berarti ‘semua’, misalnya:
Alena maneng (pada alena) malai
‘mereka semua mengambilnya’ (mereka mengambilnya)
Bentuk enklitik –na
di samping menyatakan milik persona ketigatunggal,
juga digunakan untuk menyatakan milik persona ketiga jamak, misalnya:
Jamanna ‘pekerjaannya’
(pekerjaan mereka)
2.
Kata ganti
penunjuk
Kata ganti penunjuk dalam bahasa Bugis ada tiga, yaitu :
(1) kata ganti penunjuk umum, (2) kata ganti penunjuk tempat, (3) kata ganti
penunjuk ihwal.
a.
Kata ganti petunjuk umum
Kata ganti
penunjuk umum ialah: iyaé ‘ini’, iyatu ‘itu’, iyaro ‘sana’, dan anu
‘anu’.
1)
Iyaé:
mengacu ke acuan yang dekat pada pembicaraan atau ke masa sekarang.
Misalnya:
ü
Iyaé
bola e maloppo ‘ini rumah besar’
ü
Iyaé
wettu e, wettu paqbosing ‘ini waktu, waktu
penghujan’
2) Iyatu:
mengacu ke acuan yang agak jauh dari pembicara atau yang dekat pada lawan
bicara ataukah ke masa lampau.
Misalnya:
ü
Iyatu
muala ‘itu kauambil’
ü
Iyatu
wettu e, wettu serang ‘itu waktu, waktu
kemarau’
3) Iyaro:
mengacu ke acuan yang jauh, baik dari pembicara maupun dari lawan bicara, ataukah
ke masa yang lampau.
Misalnya:
ü
Iyaro
bola e, bola loppo ‘Di sana rumah itu,
rumah besar’
ü
Iyaro
wettu e, wettu engngalang ‘waktu itu, waktu
menuai’
4) Anu
(yanu): mengacu ke acuan yang
tidak dapat disebutkan karena lupa atau karena tidak mau disebutkan.
Misalnya:
ü
Anu
naelli iwenniq ‘Anu dibeli kemarin’
ü
Yanu
naewa sibawa ‘Si ani dilawan bersama’
Kata ganti anu
mengacu pada benda, sedangkan yanu mengacu pada orang.
b. Kata
ganti petunjuk tempat
Kata ganti
penunjuk tempat dalam bahasa Bugis ialah: kuae
‘sini’, kuatu ‘situ’, dan kuaro ‘sana’. Perbedaan diantara
ketiganya berdasar pada tempat pembicara. Yang dekat digunakan kuae ‘sini’, yang agak jauh digunakan kuatu ‘situ’, yang jauh digunakan kuaro ‘sana’. Karena kata-kata ini
menunjuk tempat atau lokasi, kata ganti itu sering digunakan dengan preposisi
pengacuan arah: polé
‘dari’, lao ‘pergi’, ri ‘di’. Misalnya:
ü
Kuae
mutaro ‘di sini kausimpan’
ü
Pole
kuae ‘dari sini’
ü
Kuatu
muolli ‘disitu kaupanggil’
ü
Lao
kuatu ‘pergi ke situ’
ü
Kuaro mutaneng
‘di sana kautanam’
ü
Pole
kuaro ‘dari sana
c. Kata
ganti petunjuk ihwal
Kata ganti
penunjuk ihwal (perihal) dalam bahasa Bugis ialah: makkuae ‘begini’, dan makkuatu
‘begitu’, juga makkuaro ‘demikian’.
Misalnya:
ü
Makkuae
sabaqna ‘begini sebabnya’
ü
Makkuatu
accappurenna ‘begitu akhirnya’
ü
Makkuaro
pada napoji e ‘begitu semua disukai’
Selain
ketiga kata penunjuk tersebut di atas, walaupun tidak dapat disebut kata ganti
ada juga kata yang digunakan untuk menegaskan hubungan bagian sebelumnya dengan
bagian yang berikutnya, yaitu kata kuaena
‘yakni’.
Misalnya:
ü
Maega bua-bua
ibaluq ri pasa e, kuaena: panasa, pao, sibawa mannike
‘banyak
buah-buahan dijual di pasar itu, yakni: nangka, mangga, dan semangka’
ü
Maega manuq-manuq
ri aleq e, kuaena: bekku, dangnga, sibawa dongi.
‘Banyak
burung-burung di hutan, yakni: tekukur, nuri, dan pipit.’
3. Kata
Ganti Penanya
Kata
ganti penanya adalah kata ganti yang dipakai sebagai alat penanya untuk
mengetahui sesuatu. Dari segi maknanya, yang ditanyakan dapat berupa (1) orang,
(2) barang, atau (3) pilihan. Kata ganti penanya yang dimaksud adalah sebagai
berikut.
a. Niga
‘siapa’: dipakai untuk menanyakan orang atau nama orang. Misalnya:
Niga
yaro? ‘siapa
itu?’
b. Aga
‘apa’: dipakai untuk menanyakanbarang. Misalnya:
ü
Aga
muelli? ‘apa kaubeli?’
ü
Aga
nasappa? ‘apa dia cari?’
c. Kéga ‘mana’:
diapaki untuk menanyakan pilihan. Misalnya:
Kéga
mupoji? ‘mana kausukai?’
Disamping
ketiga kata ganti tersebut di atas, ada kata penanya yang lain, meskipun bukan
kata ganti, yaitu: (1) magi
‘mengapa’, (2) uppanna ‘kapan’, (3) kégi ‘di mana’, (4) pékkogi ‘bagaimana’, (5) siaga
‘berapa’.
Misalnya:
ü
Magi
mumacai? ‘kanapa kaumarah?’
ü
Uppanna
mulao sompeq ‘kapan kaupergi berlayar?’
ü
Kégi
mutaro boqmu? ‘di mana kausimpan bukumu?’
ü
Siaga
ellina? ‘berapa harganya?’
E.
Kata
Bilangan atau Numeralia
Kata
bilangan atau numeralia ialah kata yang digunakan untuk menghitung banyaknya
maujud (orang, binatang, atau barang) dan konsep. Frase seperti: dua ngngesso ‘dua hari’, tellu mpuleng ‘tiga bulan’, lima ttaung ‘lima tahun’, taung madua é ‘tahun kedua’, dan siaga-siaga masaala ‘beberapa masalah’
mengandung kata bilangan, yaitu: dua
‘dua’, tellu ‘tiga’, lima ‘lima’, madua é ‘kedua, dan siaga-siaga
‘beberapa’. Misalnya:
ü
Dua ngngesso
maqjama ‘dua hari bekerja’
ü
Tellu mpenni laona
sompeq ‘tiga malam perginya berlayar’
ü
Lima ttaung
jancinna ‘lima tahun janjinya’
ü
Taung madua e
makkukuae ‘tahun kedua yang sekarang’
ü
Siaga-siaga
masaala nasalai ‘beberapa masalah ditinggalkan’
Pada
dasarnya dalam bahasa Bugis terdapat tiga macam kata bilangan, yaitu: (1) kata
bilangan pokok yang member jawaban atas pertanyaan siaga? ‘berapa?’, (2) kata bilangan tingkat yang member jawaban
atas pertanyaan ia masiaga é? ‘yang keberapa?’, dan (3) kata
bilangan pecahan.
1. Kata
bilangan pokok
a. Kata
bilangan pokok tentu
0 = noloq
1 = séqdi
2 = dua
3 = tellu
4 = eppa
5 = lima
6 = enneng
7 = pitu
8 = arua
9 = aséra
10 = seppulo
11= seppulo séqdi
dan seterusnya
b. Kata
bilangan pokok tidak tentu
Maéga
‘banyak’, ceddéq ‘sedikit’, dan iyamaneng ‘semua’. Contoh penggunaannya:
ü
Maéga
bola ri kampong éro
‘banyak rumah di
kampong itu’
ü
Céqdéq
bawang tau maqjama
‘sedikit saja
orang bekerja’
ü
Iyamaneng
pakkampong é pada engkani sipulung
‘semua penduduk
sudah datang berkumpul’
2. Kata
bilangan tingkat
Kata bilangan pokok dapat diubah menjadi
kata bilangan tingakat. Cara mengubahnya ialah dengan menambahkan unsur ma-…-(é). khusus bilangan pokok séqdi ‘satu’ dipakai juga istilah
mammulang (é) ‘pertama’ disamping maséqdi (é)’kesatu’. Misalnya:
ü
Maséqdi (é) ‘kesatu’ atau
mammulang (é)
‘pertama’
ü
Madua (é) ‘kedua’
ü
Matellu (é) ‘ketiga’
ü
Malima (é) ‘kelima’
ü
Maenneng (é) ‘keenam’
ü
Mapétu (é) ‘ketujuh’
ü
Marua (é) ‘kedelapan’
ü
Maséra (é) ‘kesembilan’
ü
Maseppulon (e) ‘kesepuluh’
ü
Maseppuloe (é) séqdi ‘kesebelas’
3. Kata
bilangan pecahan
Kata
bilangan pecahan dalam bahasa Bugis adalah sebagai berikut:
ü
sitengnga
atau
tawa dua
ü
tawa
tellu atau bage
tellu (na)
ü
tawa
eppa atau siparapeq
atau bage eppaq (na)
ü
tawa
lima
ü
tellu
parapeq\
ü
dua
bagiang polé ri (ki)
ü
tawa
enneng é
ü
sibagiang
polé ri (ki) tawa seppulo é
F.
Kata
Keterangan atau Adverbia
Kata
keterangan atau adverbial adalah kata yang member keterangan pada kata kerja,
kata sifat, kata benda predikatif (nomina predikatif), atau kalimat. Contoh penggunaannya dalam
kalimat sebagai berikut.
ü
Maélokaq
mapperi-peri lésu ‘saya mau lekas-lekas pulang’
ü
Kata
mapperi-peri ‘lekas-lekas’ adalah
kata keterangan yang menerangkan kata kerja kerja lesu.
ü
Tau
éro makkesing laddeq ‘orang itu baik
sekali’
Kata
laddeq ‘sangat’ adalah kata
keterangan yang menerangkan kata sifat makessing.
Kakakuq paqgalummi
‘kakak saya cuma petani’
Kata
mi ‘cuma’ (yang dirangkaikan dengan kata sebelumnya) adalah kata keterangan
yang menerangkan nomina predikatif paqgalung ‘petani’.
Sikessing-kessingna
lesu bawanno ‘sebaik-baiknya pulang saja’
Kata sikessing-kessing ‘sebaik-baiknya’ adalah kata keterangan yang
menerangkan kalimat lesu bawanno ‘pulang saja’.
Kata
keterangan dalam bahasa Bugis dapat diidentifikasikan dengan memperhatikan
(bentuk), (2) struktur sintaksis, (3) maknanya.
1. Bentuk
keterangan
a. Yang
monomorfemis
Misalnya:
ü
Laqdeq
‘keras’
ü
Leqbi
‘lebih’
ü
Sennaq
‘terlalu, sekali’
b. Yang
polimorfemis
Misalnya:
ü
Mammekko-mekko
‘diam-diam’
ü
Masittaq-sittaq
‘cepat-cepat’
ü
Ati-ati
‘hati-hati’
ü
Sitanré-tanréna
‘setinggi-tingginya’
ü
Silamung-lamunna
‘sedalam-dalamnya’
ü
Maté-matéang
‘mati-matian’
ü
Mammaging-maging
‘mudah-mudahan’
2. Struktur
sintaksis keterangan
Dari
segi struktur sintaksis, kata keterangan dapat mendahului atau mengikuti kata
yang diterangkan, misalnya:
ü
Matanré laqdeq ‘tinggi sekali’
ü
Malasa
laqdeq ‘sakit keras’
ü
Leqbi
pancéq
‘lebih rendah’
ü
Majaq
sennaq ‘jelek sekali’
ü
Masittaq-sittaq
lésu
‘cepat-cepat pulang’
ü
Lésu masittaq-sittaq ‘pulang cepat-cepat’
ü
Mapperi-peri
joppa ‘tergesa-gesa berjalan’
ü
Joppa
mapperi-peri ‘berjalan tergesa-gesa’
ü
Ajaq
muapperi-peri joppa! ‘jangan kautergesa-gesa
berjalan’
ü
Magi
mumasittaq-sittaq lesu? ‘kanapa kaucepat-cepat
pulang?’
Kata leqbi, laddeq, sennnaq, masittaq-sittaq, dan mapperi-peri
adalah kata keterangan.
3. Makna
kata keterangan
Makna
kata keterangan adalah ditinjau dalam kaitannya dengan unsur lain pada suatu
struktur (kaitan relasional). Makna relasional kata keterangan dapat dilihat,
baik pada frase maupun pada klausa atau kalimat.
Frase
makessing laqde ‘sangat cantik’, kata
makessing ‘cantik’ adalah inti dan laqde ‘sangat’ menjadi pewatasnya, demikian juga frase toli
polé ‘sering datang’, kata pole ‘datang’ adalah inti dan toli ‘sering’ menjadi pewatasnya.
Frase
makessing laqde ‘sangat cantik’
adalah frase sifat, sedangkan toli polé
‘sering datang’ adalah frase kerja. Kata laqde
‘sangat’ adalah kata keterangan pewatas kata sifat, sedangkan kata toli ‘sering’ adalah kata
keterangan pewatas kata kerja.
a. Kata
keterangan pewatas kata sifat, misalnya:
ü
Kurang
‘kurang’
ü
Leqbi
‘lebih’
ü
Laqdeq
‘keras sekali’
ü
Siseng
‘sekali’
ü
Makkuaro
‘begitu’
b.
Kata keterangan pewatas
kata kerja, misalnya:
ü
Toli
‘sering’
ü
Wettu-wettu
‘sewaktu-waktu’
ü
Pura
‘sudah’
ü
Paulle
‘mungkin’
Kata keterangan yang jangkauannya
meliputi seluruh kalimat atau klausa tidak terikat pada batas frase. Kata
keterangan jenis itu biasanya dapat berpindah tempat dalam kalimat, misalnya:
ü Biasanna lesu I tetteq
dua ‘biasanya ia pulang jam dua’
ü Lesu I biasanna tetteq
dua ‘ia pulang biasanya jam dua’
ü Lesu I tetteq dua
biasanna ‘ia pulang biasanya jam dua’
Kata biasanna adalah kata
keterangan.kata keterang seperti biasanna
‘biasanya’ adalah sitongenna
‘sebenarnya’, sikessinna ‘sebaiknya’,
samanna ‘rupanya, agaknya’.
G.
Kata
Tugas
Disamping
nomina, verba, adjektiva, dan adverbial, masih ada jenis kata lain yang
mempunyai ciri khusus. Jenis kata yang dimaksud adalah kata tugas. Kata seperti
ri ‘di, ke, dari’, silaong ‘dan, dengan, serta’ termasuk
jenis kata tugas.
Ciri
kata tugas dapat dilihat sebagai berikut:
1. Ciri
Morfologis
Hampir
semua kata tugas tidak dapat mengalami perubahan bentuk. Jika dari jenis nomina
dareq ‘kebun’ kita dapat mengubahnya
menjadi paqdareq ‘tukang kebun’, pappaqdareq ‘pengelola kebun’; dari
jenis verba uki ‘tulis’ kita dapat
mengubahnya menjadi maruki ‘menulis’,
paruki ‘alat menulis’; dari kata
tugas seperti ri ‘di, ke, dari’, paleq ‘lah’, muto ‘juga’, tidak dapat menurunkan kata lain. Beberapa
perkecualian, kata tugas seperti sabaq
‘sebab’, lettuq ‘sampai’, dapat
berubah menjadi kata lain: nasabari
‘menyebabkan’, assabareng ‘penyebab’,
mappalettuq ‘menyampaikan’, pappalettuq ‘penyampaian’.
2. Ciri
Sintaksis
Ciri
sintaksis kata tugas dalam bahasa Bugis adalah sebagai berikut:
a. Tidak dapat menempati
posisi subjek dalam pola kalimat S-P
Ero masekkang
‘itu ganas’
S P
b. Dapat
menduduki posisi perluasan subjek
Buaja emmi masekkang ‘buaya saja yang ganas’
S P
c. Tidak
dapat menempati posisi predikat dalam pola kalimat
Buaja
ero paleq ‘Buaya itu
rupanya’
S
P
d. Dapat
menempati posisi perluasan predikat
Buaja
ero masekkang tongeng ‘Buaya
itu ganas betul’
S P
e. Dapat
bersifat eksklusif dalam posisi intrakalimat
Makkoniro, caritana
la Beu ‘begitulah, ceritanya
La Beu’
f. Dapat
berada pada posisi antarklausa
Maelo
mui lao narekko maccoe I anrinna ‘mau saja ia
pergi jika mengikut adiknya’
g. Tidak
dapat menjadi inti dalam frase endosentrik, hanya dapat menjadi unit atribut,
misalnya:
ü
Buaja e ‘buaya
itu’
ü
Masekkang lanreq ‘ganas
sekali’
Frase tersebut
adalah frase endosentrik karena mempunyai distribusi yang sama dengan salah
satu unsurnya, yaitu buaja
dan masekkang. Buaja dan masekkang
adalah unit inti, sedangkan e dan lanreq adalah unit atributif.
h. Tidak
dapat menjadi penanda dalam frase eksosentrik, hanya dapat menjadi penanda,
misalnya:
Ri bolana
‘di rumahnya’
Frase tersebut adalah frase eksosentrik
karena tidak mempunyai distribusi yang sama dengan salah satu atau semua
unsurnya: bolana menduduki posisi
petanda, sedangkan kata tugas ri ‘di’
hanya menduduki posisi penanda.
3. Ciri
Semantis
Berbeda
dengan nomina, verba, adjektiva, dan adverbial, kata tugas hanya mempunyai arti
gramatikal, tidak memiliki arti leksikal. Hal ini berarti bahwa arti suatu kata
tugas ditentukan bukan oleh kata itu secara tersendiri atau secara lepas,
tetapi oleh kaitannya dengan kata lain dalam frase atau kalimat. Sebagai
contoh, jika untuk nomina seperti bola
‘rumah’ kita dapat memberika arti berdasarkan kodrat kata itu sendiri benda yang terdiri atas lantai, dinding,
atap, dan sebagainya, untuk
kata tugas tidak berkeadaan seperti itu. Kata tugas seperti ri ‘di, ke, dari’ mempunyai arti bila
dirangkaikan dengan kata lain.
Misalnya:
Monro ri bola
e ‘tinggal ia di rumah itu’
Kata
tugas dalam bahasa Bugis adalah jenis kata tertutup, artinya tidak mudah
terpengaruh oleh unsur asing. Tidak seperti halnya kata lain di samping
digunakan kata asseqding juga dipakai kata persatuang, kata paqdennuang, dengan
kata pengharapang.
Kita
dapat berkesimpulan bahwa kata tugas ialah kata yang tugasnya semata-mata
memungkinkan kata lain berperanan dalam kalimat.
Berdasarkan
peranannya dalam frase atau kalimat, kata tugas dibedakan atas lima kelompok:
(1) preposisi, (2) konjungsi, (3) interjeksi, (4) artikel, (5) partikel.
a. Preposisi
Preposisi
atau kata depan ialah istilah kata tugas yang bertugas sebagai unsur pembentuk
frase preposisional. Preposisional terletak pada posisi awal frase, dan unsur
yang mengikutinya dapat berupa nomina, verba, atau adjektiva. Dengan demikian,
dari nomina bola ‘rumah’, dari verba matinro ‘tidur’ atau adjektiva matoa ‘tua’ dapat kita bentuk frase
preposisi ri bola e ‘di rumah’, mau matinro ‘meskipun tidur’, lettuq matoa ‘sampai tua’. Jenis frase
ini disebut frase eksosentrik. Kata
di, mau, lettuq adalah
preposisi.
ü
Engka i ri
bola e ‘ia berada di rumah’
ü
Mau mattinro,
toil mannenna to ‘meskipun tidur, selalu berbicara
juga’
ü
Lettuq matoa,
de nataruba sipaqna ‘sampai tua, tidak
berubah sifatnya’
b. Konjungsi
Konjungsi
atau kata penghubung ialah kata tugas yang menghubungkan dua kata, frase,
klausa atau lebih. Kata seperti nennia
‘dan’, sibawa ‘dengan’, silaong ‘serta’, dan narekko ‘jika’ adalah konjungsi.
ü
Reso nennia tinulu
‘kerja dan rajin’
ü
Golla na kaluku
‘gula dan kelapa’
ü
Temmangingngi sibawa asaqbarakeng
‘tidak jemu dengan kesabaran’
ü
Masemmmeng
mpenni silaong more ‘demam malam serta batuk
kering’
ü
Maelokaq
lao narekko pajani bosie ‘saya
mau pergi jika hujan berhenti’
c. Interjeksi
Interjeksi
atau kata seru ialah kata tugas yang merupakan cetusan rasa hati manusia. Untuk
mencetuskan perasaan heran, syukur, dan sedih orang menggunakan kata tertentu
di samping kalimat yang mengandung makna pokok yang dimaksud.
1) Perasaan
heran, misalnya:
Astragfirullah,
magi muakkoro! ‘astagfirullah, mengapa begitu!’
2) Perasaan
syukur, misalnya:
Alhamdulillah,
madisinno! ‘alhamdulillah, engkau dusah sehat!’
3) Perasaan
sedih, misalnya:
Ya,
agana igokengngi! ‘ya, mau diapakan!’
d. Artikel
Artikel
atau kata sandang ialah kata tugas yang membatasi makna jumlah nomina. Ada
artikel yang bermakna tunggal dan ada yang bermakna jamak atau kelompok.
1) Yang
bermakna tunggal
a) La:
digunakan untuk mengiringi nama laki-laki, misalnya: La Dulla, La Hasang, La taleqbeq
b) I:
digunakan untuk mengiringi nama perempuan, misalnya: I Sitti, I Becceq, I Sia
2) Yang
bermakna jamak
Yang bermakna
jamak atau kelompok, biasa digunakan ikkeng
atau yamanenna, misalnya:
ü
Ikkeng rupa
tau e ‘kaum umat manusia’
ü
Yamanenna paqbaluq
e ‘semua penjual’
e. Partikel
Partikel
yang biasa digunakan dalam bahasa Bugis ialah na ‘lah’, dan to ‘pun, juga’.
Keadaannya seperti enklitik karena selalu dilekatkan pada kata yang
mendahuluinya, misalnya:
ü
Ajaqna mujampangi
wi! ‘jangan kau hiraukan’
ü
Maegato yapparelluang
‘banyak juga yang dibutuhkan’
III.
Penutup
Setiap daerah di Indonesia memiliki sebuah
bahasa yang menjadi ciri khas daerah tersebut yang umumnya disebut bahasa
daerah. Salah satu daerah atau wilayah bagian Indonesia yang memiliki bahasa
daerah adalah Sulawesi Selatan. Bahasa Bugis merupakan salah satu bahasa daerah
yang digunakan di Sulawesi Selatan.
Pembagian jenis kata dalam bahasa Bugis hampir
sama dengan pembagian jenis kata dalam bahasa Indonesia. Pembagian jenis kata
dalam bahasa Bugis yakni kata benda atau nomina, kata kerja atau verba, kata
sifat atau adjektiva, kata ganti atau pronomina, kata bilangan atau numeralia,
kata keterangan atau adverbia, kata tugas atau function word.
Kata benda atau nomina dalam bahasa Bugis
dilihat dari tiga kriteria yakni (1) ciri morfologis yang meliputi: (a)
afiksasi yang mana terdiri dari prefiks (pa-,
pappaka-, pappasi-, dan passi-),
infiks (–ar- dan –al-), sufiks (–eng), konfiks (a-eng, appa-eng, appasi-eng, dan assi-eng); (b) klitisasi (-na, -mu,
dan –ku), (2) ciri sintaksis yakni
bila diterangkan kata sifat membentuk frasa benda dan menempati fungsi objek
kata kerja transitif, dan (3) ciri semantis.
Kata kerja atau verba dalam bahasa Bugis
dilihat dari empat kriteria yakni (1) ciri morfologis yang meliputi: (a)
afiksasi yang mana terdiri dari prefiks (ma-,
a-, dan ri-) dan sufiks (–i); (b)
klitisasi (u-, mu-, ta- atau ki- dan –na), (2) ciri sintaksis yakni diiringi kata sibawa + kata sifat dan kata-kata yang mengisyaratkan waktu pelaku
(mattengngang, pura, mélo), (3) ciri
semantis, dan (4) transposisi.
Kata sifat atau adjektiva dalam bahasa Bugis
dilihat dari empat kriteria yakni (1) ciri morfologis yang ditandai dengan
proses reduplikasi dan afiksasi oleh afiks si-na,
ta- (taG-, tappa-, takka-), mari-, maqdi-, ka-ang; (2) ciri sintaksis yang
diterangkan oleh kata kaminang
‘paling’, leqbi ‘lebih’, siseng ‘sekali’; (3) ciri semantis, dan
(4) transposisi.
Kata ganti atau pronomina dalam bahasa
Bugis terbagi menjadi tiga yakni kata
ganti persona, kata ganti penunjuk, dan kata ganti penanya. Kata ganti persona
terbagi atas persona pertama tunggal dan jamak, persona kedua tunggal dan
jamak, dan persona ketiga tunggal dan jamak. Kata ganti penunjuk terdiri atas
kata ganti penunjuk umum, kata ganti penunjuk tempat, dan kata ganti penunjuk
ihwal.
Kata bilangan atau numeralia dalam bahasa
Bugis terbagi menjadi tiga yakni kata bilangan
pokok, kata bilangan tingkat, dan kata bilangan pecahan. Sementara itu, kata
keterangan atau adverbia dalam bahasa Bugis
dapat diidentifikasi dengan bentuk, struktu sintaksis, dan maknanya.
Adapun kata tugas dapat dilihat dari ciri morfologis, ciri sintaksis, dan ciri
semantis. Kata tugas juga diklasifikasi menjadi preposisi, konjungsi,
interjeksi, artikel, dan partikel.
DAFTAR PUSTAKA
Hardiana. 2013. Pembagian Jenis Kata. http://hardianams.blogspot.com/2013/03/pembagian-jenis-kata.html. diakses 28 April 2015
Yunus,
Andi Fatimah. 2014. Bahasa Daerah.
Makassar: UNM
Komentar
Posting Komentar