Semantik


Relasi Makna II
disusun oleh Shafariana, dkk.

BAB I PENDAHULUAN

A.       LATAR BELAKANG
Semantik merupakan cabang ilmu bahasa atau linguistik yang mempelajari, mengkaji, dan menganalisis makna bahasa. Semantik sangat penting bagi para komunikator. Ini dikerenakan untuk menghindari penggunaan kata yang bersifat ambigu, sehingga pesan atau informasi yang diterima oleh penerima dapat sesuai dengan apa yang dimaksud oleh pemberi informasi.
Berbicara mengenai ambiguitas, terdapat keragua-raguan tentang makna kata atau makna kalimat, seperti bila dihubungkan dengan makna, terdapat kata atau kalimat yang bertentangan maknanya, sama maknanya, kata atau kalimat yang masih memiliki hubungan dengan kata atau kalimat lain, dan masih banyak lagi mengenai makna. Hal inilah yang menjadi salah satu ruang lingkup semantik yang lebih dikenal dengan relasi makna. Relasi makna cukup luas pembahasannya mengingat bahwa terdapat berbagai hubungan yang timbul jika suatu kata dianalisis maknanya. Berdasarkan alasan tersebut, kami sebagai penulis tertarik untuk membahas mengenai relasi makna khususnya mengenai hiponimi, kehiponiman, subordinasi, dan medan makna pada makalah yang berjudul ‘Relasi Makna II’.

B.       RUMUSAN MASALAH
Setiap hal memiliki sesuatu yang menjadi permasalahan. Adapun permasalahan dalam makalah yang berjudul ‘Relasi Makna II’ dirumuskan sebagai berikut.
1.      Apa yang dimaksud dengan hiponimi dan hiponim?
2.      Apa yang dimaksud dengan kehiponiman?
3.      Istilah apa saja yang berkaitan dengan kehiponiman?
4.      Apa yang dimaksud dengan superordinat?
5.      Apa yang dimaksud dengan medan makna?
6.      Bagaimana penggolongan medan makna?

C.       TUJUAN PENULISAN
Berdasarkan rumusan masalah yang dibuat, maka dapat kita tentukan tujuan dari makalah yang berjudul ‘Relasi Makna II’ yakni diharapkan mengetahui hal-hal berikut.
1.      Pengertian hiponimi dan hiponim.
2.      Pengertian kehiponiman.
3.      Istilah lain yang berkaitan dengan hiponimi.
4.      Pengertian superordinat.
5.      Pengertian medan makna
6.      Golongan medan makna.

D.       MANFAAT PENULISAN
Manfaat makalah yang berjudul ‘Relasi Makna II’ pada umumnya menambah wawasan mengenai hiponim dan kehiponiman, superordinat, dan medan makna. Adapun manfaat khusus dari makalah yang berjudul ‘Relasi Makna II’ sebagai berikut.
1.      Mengetahui penggunaan istilah hiponimi dan medan makna dalam kehidupan secara tepat.
2.      Mengetahui hubungan atau relasi dalam hiponimi
3.      Mengetahui penggolongan medan makna sehingga dapat menentukan dengan tepat kata yang merupakan satu medan makna





E.       SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika penulisan makalah yang berjudul ‘Relasi Makna II’ sebagai berikut.
v  Judul
v  KATA PENGANTAR
v  DAFTAR ISI
v  BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
B.     Rumusan Masalah
C.     Tujuan Penulisan
D.    Manfaat Penulisan
E.     Sistematika Penulisan
v  BAB II ISI
A.    Kajian Pustaka
B.     Pembahasan
v  BAB III PENUTUP
A.    Simpulan
B.     Saran
v  DAFTAR PUSTAKA






BAB II ISI

A.       KAJIAN PUSTAKA
1.      Hiponimi dan Kehiponiman
Hiponimi atau dalam bahasa Inggris ‘hyponymy’ secara etimologi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari kata ‘onoma’ yang berarti nama dan kata ‘hypo’ yang berarti di bawah. Hiponimi secara harfiah  memiliki makna ‘nama yang termasuk di bawah nama lain’. Berikut beberapa pendapat mengenai hiponimi.
a.         Verhaar dalam Pateda (2010: 209) mengatakan bahwa hiponimi ialah ungkapan (kata, biasanya atau kiranya dapat juga frasa atau kalimat) yang maknanya dianggap merupakan bagian dari makna suatu ungkapan lain. Contoh: kata tongkol adalah hiponim terhadap kata ikan (Chaer, 2009 : 99)
b.        Kridalaksana dalam Abdullah Dola (2011: 121) berpendapat bahwa hiponimi (hyponimy) ialah hubungan dalam semantik antara makna spesifik dan makna generik atau anggota taksonomi dan nama taksonomi.
c.         Tarigan dalam Abdullah Dola (2011: 122) juga berpendapat bahwa yang dimaksud dengan hiponimi ialah kata yang mencakup kata yang lain.
d.        Ernawati Waridah (2008: 62) juga berpendapat mengenai hiponimi, bahwa hiponimi ialah bentuk (istilah) yang maknanya terangkum oleh bentuk superordinatnya yang mempunyai makna yang lebih luas.
e.         Fatimah Djajasudarma (1993: 48) mengemukakan pendapat bahwa hiponimi adalah hubungan makna yang mengandung pengertian hierarki, yang hubungannya dekat dengan sinonimi, apabila kata memiliki semua komponen makna kata lainnya tetapi tidak sebaliknya maka hubungan itu disebut hiponimi.
Hubungan atau relasi dalam hiponimi menurut beberapa ahli sebagai beikut.
a.         Relasi antara dua buah kata yang saling berhiponim adalah searah (Abdul Chaer, 2009 : 99). Istilah lainnya juga disebut unilateral (Pateda, 2010 : 210)
b.        Hiponimi mengandung hubungan logis dengan hierarki (Palmer dalam Pateda, 2010 : 210).
c.         Hiponim mengandung hubungan transitif. (Lyons, I dalam Pateda, 2010 : 210)
Terdapat istilah lain mengenai hiponim, dapat dilihat dari kata tongkol yang berhiponim dengan kata ikan; tetapi kata ikan tidak berhiponim terhadap kata tongkol sebab makna kata ikan meliputi seluruh jenis ikan. Hubungan antara kata tongkol, bandeng, tenggiri dan mujair yang sama-sama merupakan hiponim terhadap kata ikan disebut dengan kohiponim. (Chaer, 2009)
Disamping itu, terdapat istilah lain yang hampir sama dengan hiponimi yakni meronimi. Kedua istilah ini mengandung konsep yang hampir sama. Perbedaannya adalah hiponimi menyatakan adanya kata (unsur leksikal) yang maknanya berada di bawah makna kata lain, sedangkan meronimi menyatakan adanya kata (unsur leksikal) yang merupakan bagian dari kata lain. (Chaer, 2009 : 101)
2.      Superordinat
Istilah hiponim adalah makna di bawah dari nama lain, dan kebalikannya adalah hipernim atau superordinat (Djajasudarma, 1993). Melalui contoh Chaer (2009 : 100) mengatakan bahwa relasi antara kata ikan dengan kata tongkol atau jenis ikan lainnya disebut dengan hipernimi. Sementara itu, Pateda (2010) dalam memberikan contoh mengenai hiponim, mengatakan bahwa kata aster, bugefil, ros, tulip yang disebut bunga dapat diganti dengan kata umum yakni kata bunga. Kata bunga yang berada pada tingkat atas dalam sistem hierarkinya disebut superordinat.
3.         Medan Makna
Medan makna menurut Kridalaksana (Chaer,  2009: 110) adalah bagian dari sistem semantik bahasa yang menggambarkan bagian dari bidang kebudayaan atau realitas dalam alam semesta tertentu dan yang direalisasikan oleh seperangkat unsur leksikal yang maknanya berhubungan.
Apabila kita menganalisis makna dari suatu kata akan diperoleh beberapa daftar yang merupakan jangkauan dari makna kata tersebut. Jangkauan makna inilah yang disebut dengan medan makna sehingga kata lain dapat dimasukkan dalam medan makna tersebut (Pateda, 2010).
Chaer (2009) mengatakan bahwa kata atau unsur leksikal yang maknanya berhubungan dalam satu bidang atau medan makna tertentu jumlahnya tidak sama dari satu bahasa dengan bahasa lain. Hal ini didukung oleh Pateda (2010) dengan menyebutkan bahwa fitur medan makna dapat dilihat dari segi: (1) bentuk/ukuran; (2) tingkat-tingkat dalam hierarki; (3) keanggotaan makna; (4) kebermacaman kata; (5) lingkungan kata yang kesemuanya dapat dikelompokkan menjadi: (a) entitas atau objek; (b) kegiatan; (c) abstraksi termasuk kualitas; (d) penghubung. Chaer (2009) juga mengatakan bahwa kata-kata yang berada dalam satu medan makna digolongkan menjadi golongan kolokasi dan golongan set.
a.       Golongan kolokasi
Golongan kolokasi (kolokasi berasal dari bahasa Latin yakni colloco yang berarti ‘ada di tempat yang sama dengan’) menunjuk kepada hubungan sintagmatik yang terjadi antara kata-kata atau unsur-unsur leksikal. Kata-kata yang berkolokasi ditemukan bersama atau berada bersama-sama dalam satu tempat atau satu lingkungan. Golongan medan makna ini menimbulkan istilah makna kolokasi.
b.      Golongan set
Golongan set menunjuk kepada hubungan paradigmatik karena kata-kata atau unsur-unsur yang berada dalam suatu set dapat saling menggantikan. Suatu set biasanya berupa sekelompok unsur leksikal dari kelas yang sama yang tampaknya merupakan satu kesatuan. Setiap unsur leksikal dalam suatu set dibatasi oleh tempatnya dalam hubungan dengan anggota-anggota dalam set tersebut.

B.      PEMBAHASAN
1.      Hiponimi dan Kehiponiman
Hiponimi atau dalam bahasa Inggris ‘hyponymy’ secara etimologi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari kata ‘onoma’ yang berarti nama dan kata ‘hypo’ yang berarti di bawah. Hiponimi secara harfiah  memiliki makna ‘nama yang termasuk di bawah nama lain’.
Hiponimi adalah hubungan antara makna kata yang mana suatu kata yang bersifat khusus atau spesifik merupakan jenis atau bawahan dari suatu kata yang bersifat umum atau general. Contoh:
a.       Hubungan antara kata manusia, hewan, dan tumbuhan terhadap kata makhluk hidup.
b.      Hubungan antara kata mangga, rambutan, jeruk, manggis, apel, lemon, nanas, anggur, dan sebagainya terhadap kata buah.
c.       Hubungan antara kata merah, jingga, kuning, hijau, biru, ungu, cokelat, hitam, putih, dan sebagianya terhadap kata warna.
d.      Hubungan antara kata tikus, harimau, lebah, kucing, gajah, kupu-kupu, dan sebagainya terhadap kata hewan.
e.       Hubungan antara kata mawar, melati, kamboja, bougenfil, aster, dan sebagainya terhadap kata bunga.
Kata yang bersifat khusus atau spesifik yang menjadi jenis atau bawahan dari kata yang bersifat umum atau general disebut dengan hiponim. Contoh:
a.       Kata mangga, durian, semangka, sawo, jambu merupakan hiponim dari kata buah.
b.      Kata biru, merah, jingga, kuning, hijau, hitam merupakan hiponim dari kata warna.
c.       Kata bayam, kangkung merupakan hiponim dari kata sayur.
d.      Kata tongkol, hiu, mujair, bandeng merupakan hiponim dari kata ikan.
e.       Kata merpati, walet, kakaktua, cendrawasih merupakan hiponim dari kata burung.
Hubungan atau relasi dalam hiponimi sebagai beikut.
a.         Searah atau unilateral
Kata merpati merupakan hiponim dari kata burung, tetapi kata burung bukan hiponim dari kata merpati karena kata burung meliputi semua jenis burung.
b.        Mengandung hubungan logis dengan hierarki.
Jika disebut kata merah, kita dapat membayangkan kata warna, atau jika menyebut kata warna maka kita dapat menyebut semua hiponim dari kata warna seperti kata merah, biru, hitam.
c.       Mengandung hubungan transitif.
Jika kata kuda merupakan hiponim dari kata hewan, sementara kata hewan merupakan hiponim dari kata makhluk hidup, maka kata kuda merupakan hiponim dari kata makhluk hidup.
Kehiponiman merupakan gejala dari hubungan hiponimi. Berbicara tentang kehiponiman, tentu akan dibahas hubungan antara kata-kata yang menjadi hiponim dari suatu kata yang bersifat umum atau general yang disebut dengan kohiponim. Contoh:
a.       Kata hitam (hiponim dari kata warna) berkohiponim dengan kata merah, hijau, kuning, putih, dan sebagainya.
b.      Kata kelinci (hiponim dari kata hewan) berkohiponim dengan kata marmut, angsa, bebek, kuda, kambing, dan sebagainya.
c.       Kata jeruk (hiponim dari kata buah) berkohiponim dengan kata alpukat, pir, nangka, langsat, srikaya, dan sebagainya.
d.      Kata bayam (hiponim dari kata sayur) berkohiponim dengan kata toge, kangkung, labu, dan sebagainya.
e.       Kata baju (hiponim dari kata pakaian) berkohiponim dengan kata celana, rok, kemeja, dan sebagainya.
Selain itu, terdapat istilah lain yang hampir sama dengan hiponimi yakni meronimi. Meronimi adalah hubungan antara makna kata yang mana suatu kata yang bersifat khusus atau spesifik merupakan bagian dari suatu kata yang bersifat umum atau general. Contoh:
a.       Kata tangan, kaki, kepala, perut, paha, betis, dan sebagainya merupakan meronim atau bagian dari kata tubuh.
b.      Kata roda merupakan meronim dari kata kendaraan.
c.       Kata akar, batang, daun, bunga merupakan meronim dari kata tanaman.
d.      Kata lidah, gigi, bibir merupakan meronim dari kata mulut.
e.       Kata keyboard, monitor, mouse, CPU merupakan meronim dari kata komputer.
2.      Superordinat
Istilah yang merupakan lawan kata dari hiponimi yakni hipernimi. Hipernimi adalah hubungan antara makna kata yang mana suatu kata yang bersifat umum atau genaral merupakan kelas atau atasan dari suatu kata yang bersifat khusus atau spesifik. Contoh:
a.         Hubungan antara kata makhluk hidup terhadap kata manusia, hewan, dan tumbuhan.
b.        Hubungan antara kata buah terhadap kata mangga, rambutan, jeruk, manggis, apel, lemon, nanas, anggur, dan sebagainya.
c.         Hubungan antara kata warna terhadap kata merah, jingga, kuning, hijau, biru, ungu, coklat, hitam, putih, dan sebagianya.
d.        Hubungan antara kata hewan terhadap kata tikus, harimau, lebah, kucing, gajah, kupu-kupu, dan sebagainya.
e.         Hubungan antara kata bunga terhadap kata mawar, melati, kamboja, bougenfil, aster, dan sebagainya.
Kata yang bersifat umum atau general yang menjadi kelas atau atasan dari kata yang bersifat khusus atau spesifik disebut dengan hipernim atau disebut juga superordinat.
Contoh:
a.       Kata buah merupakan hipernim atau superordinat dari kata mangga, durian, semangka, sawo, jambu.
b.      Kata warna merupakan hipernim atau superordinat dari kata biru, merah, jingga, kuning, hijau, hitam.
c.       Kata sayur merupakan hipernim atau superordinat dari kata bayam, kangkung.
d.      Kata ikan merupakan hipernim atau superordinat dari kata tongkol, hiu, mujair, bandeng.
a.       Kata burung merupakan hipernim atau superordinat dari kata merpati, walet, kakaktua, cendrawasih.
3.         Medan Makna
Medan makna merupakan suatu ruang lingkup atau bidang makna berupa kelompok yang mencakup beberapa kata yang maknanya saling berhubungan yang mana penggolongannya berbeda antara bahasa yang satu dengan bahasa yang lain. Contoh:
a.         Menjahit, membordir, mengobras merupakan satu medan makna.
b.        Bayam, toge, kangkung, tomat, labu merupakan satu medan makna.
c.         Sedih, gundah, gembira, marah, kesal, senang merupakan satu medan makna. Satu medan makna ini dapat dispesifikasi menjadi: sedih, gundah, galau merupakan satu medan makna; gembira, senang, bahagia merupakan satu medan makna; marah, kesal, dongkol merupakan satu medan makna.
d.        Melihat, melirik, menatap, mengintip merupakan satu medan makna.
e.         Merah, kuning, hijau, biru, cokelat, hitam, putih, dan abu-abu merupakan satu medan makna dalam bahasa Indonesia. Sementara dalam bahasa Inggris yakni putih, hitam, ungu, kuning, abu-abu, oranye, merah, merah muda,  hijau, biru, cokelat. Ada juga yang hanya terdiri dari (ma) biru ‘hitam dan warna gelap lainnya’, (ma) langit ‘putih dan warna cerah lain’, (ma) latuy ‘kuning, hijau muda, dan cokelat muda’, dan (ma) rarar ‘kelompok warna merah’ dalam bahasa Hunanco.
Suatu medan makna terdapat dua golongan yang dibedakan oleh Chaer (2009) yakni sebagai berikut.
a.         Golongan kolokasi
Golongan kolokasi merupakan medan makna yang berdasarkan satu tempat, wilayah, atau lokasi. Contoh:
1)      Piring, sendok, garpu, mangkuk, makan merupakan satu medan makna karena berada dalam satu lokasi yakni dalam pembicaraan mengenai di meja makan.
2)      Belajar, mengajar, buku, guru, siswa merupakan satu medan makna karena berada dalam satu lokasi yakni dalam pembicaraan mengenai di dalam kelas.
3)      Sholat, mengaji, azan, khotbah merupakan satu medan makna karena berada dalam satu lokasi pembicaraan mengenai situasi di mesjid.
4)      Layar, ombak, nelayan, tenggelam, badai merupakan satu medan makna karena berada dalam satu lokasi pembicaraan mengenai laut.
5)      Soal, lembar jawaban, pengawas merupakan satu medan makna karena satu lokasi pembicaraan mengenai ujian.
b.        Golongan set
Golongan set merupakan medan makna yang mana kata yang terdapat pada satu medan makna tersebut berasal dari kelas kata yang sama, satu kesatuan, dan dapat saling menggantikan, serta biasanya bertahap. Contoh:
1)      Bayi, anak-anak, remaja, dewasa, manula merupakan satu medan makna.
2)      Dingin, sejuk, hangat, panas, terik merupakan satu medan makna
3)      Semi, panas, gugur, dan dingin merupakan satu medan makna.
4)      Menyimak, berbicara, membaca, menulis merupakan satu medan makna
5)      Mencuci, membilas, menjemur merupakan satu medan makna.

























BAB III
PENUTUP

A.       SIMPULAN
Hiponimi atau dalam bahasa Inggris ‘hyponymy’ secara etimologi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari kata ‘onoma’ yang berarti nama dan kata ‘hypo’ yang berarti di bawah. Hiponimi secara harfiah  memiliki makna ‘nama yang termasuk di bawah nama lain’.
Hiponimi adalah hubungan antara makna kata yang mana suatu kata yang bersifat khusus atau spesifik merupakan jenis atau bawahan dari suatu kata yang bersifat umum atau general. Kata yang bersifat khusus atau spesifik yang menjadi jenis atau kelas dari kata yang bersifat umum atau general disebut dengan hiponim. Terdapat relasi dalam hiponim yakni searah atau uilateral, memiliki hubungan logis dengan hierarki, dan memiliki hubungan transitif. Kehiponiman merupakan gejala dari hubungan hiponimi. Berbicara tentang kehiponiman, tentu akan dibahas hubungan antara kata-kata yang menjadi hiponim dari suatu kata yang bersifat umum atau general yang disebut dengan kohiponim. Selain itu, terdapat istilah lain yang hampir sama dengan hiponimi yakni meronimi. Meronimi adalah hubungan antara makna kata yang mana suatu kata yang bersifat khusus atau spesifik merupakan bagian dari suatu kata yang bersifat umum atau general.
Istilah yang merupakan lawan kata dari hiponimi yakni hipernimi. Hipernimi adalah hubungan antara makna kata yang mana suatu kata yang bersifat umum atau genaral merupakan kelas atau atasan dari suatu kata yang bersifat khusus atau spesifik. Kata yang bersifat umum atau general yang menjadi kelas atau atasan dari kata yang bersifat khusus atau spesifik disebut dengan hipernim atau disebut juga superordinat.
Hiponimi berkaitan dengan medan makna. Medan makna merupakan suatu ruang lingkup atau bidang makna berupa kelompok yang mencakup beberapa kata yang maknanya saling berhubungan yang mana penggolongannya berbeda antara bahasa yang satu dengan bahasa yang lain. Suatu medan makna terdapat dua golongan yang dibedakan oleh Chaer (2009) yakni golongan kolokasi dan golongan set. Golongan kolokasi merupakan medan makna yang berdasarkan satu tempat, wilayah, atau lokasi. Sementara itu, golongan set merupakan medan makna yang mana kata yang terdapat pada satu medan makna tersebut berasal dari kelas kata yang sama, satu kesatuan, dan dapat saling menggantikan, serta biasanya bertahap.

B.       SARAN
Relasi makna memiliki ruang lingkup yang cukup luas. Salah satu ruang lingkup itu yakni hiponimi dan kehiponiman. Pembahasan mengenai hiponimi tentu mengikutsertakan pembahasan mengenai superordinat dan begitupun dengan medan makna. Hal ini disebabkan karena ketiga hal tersebut saling berkaitan. Oleh karena itu, perlu pemahaman yang baik mengenai ketiga pembahasan tersebut sehingga dapat menentukan secara tepat ketiga hal tersebut. Beberapa diantaranya yakni dengan membaca dan memahami pembahasan mengenai ketiga hal tersebut, membuat beberapa contoh lain, dan mempraktekkan atau mengaplikasikan kata tersebut dalam kehidupan.



DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul. 2009. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Ed Revisi. Jakarta: Rineka Cipta
Djajasudarma, T. Fatimah. 1993. Semantik 1 (Pengantar ke Arah Ilmu Makna). Bandung: Eresco
Dola, Abdullah. 2011. Linguistik Khusus Bahasa Indonesia. Makassar: Badan Penerbit UNM
Pateda, Mansoer. 2010. Semantik Leksikal. Ed Kedua. Jakarta: Rineka Cipta
Waridah, Ernawati. 2008. EYD dan Seputar Kebahasa-Indonesiaan. Jakarta: Kawan Pustaka



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bahasa Daerah Makassar

Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia

Apresiasi Puisi Indonesia