Apresiasi Puisi Indonesia


ANALISIS PUISI ‘ADAKAH SUARA CEMARA’ KARYA TAUFIK ISMAIL PENDEKATAN ANALITIS
oleh Shafariana, dkk


Adakah Suara Cemara
Oleh Taufik Ismail
Adakah suara cemara
Mendesing menderu padamu
Adakah melintas sepintas
Gemersik dedaunan lepas

Deretan bukit-bukit biru
Menyeru lagu itu
Gugusan mega
Ialah hiasan kencana

Adakah suara cemara
Mendesing menderu padamu
Adakah lautan ladang jagung
Mengombakkan suara itu

Pendekatan Analitis
Pendekatan analitis adalah pendekatan yang secara sistematis obyektif berusaha memahami unsur-unsur intrinsik dalam sastra (prosa fiksi dan puisi), mengidentifikasi peranan setiap unsur intrinsik dalam sastra (prosa fiksi dan puisi) serta berusaha memahami bagaimana hubungan antara unsur yang satu dengan lainnya. Sementara menurut Aminuddin (2010:44), pendekatan analitis adalah suatu pendekatan yang berusaha memahami gagasan, cara pengarang menampilkan atau mengimajikan ide-idenya, sikap pengarang dalam menampilkan gagasan-gagasannya, elemen intrinsik dan mekanisme hubungan dari setiap elemen instrinsik itu, sehingga mampu membangun adanya keselarasan dan kesatuan dalam rangka  membangun totalitas bentuk maupun totalitas maknanya. Pendekatan analitis memiliki langkah-langkah sebagai berikut.
a.       Menyiapkan puisi yang akan dianalisis
b.      Menganalisis lapis bunyi puisi
c.       Menganalisis lapis makna puisi
d.      Menganalisis citraan yang digunakan penyair pada puisi
e.       Menganalisis gaya bahasa yang digunakan penyair pada puisi

1.    Lapis bunyi
Lapis bunyi dalam sajak adalah semua satuan bunyi yang didasarkan atas konvensi bahasa tertentu. Lapis bunyi dalam puisi mempunyai tujuan untuk menciptakan efek puitis dan nilai seni. Selain itu, lapis bunyi juga memilki fungsi sebagai alat penyair untuk memperdalam ucapan, menimbulkan rasa, menimbulkan bayangan angan yang jelas, dan sebagainya. Analisis lapis bunyi dapat dilakukan dengan menganalisis pengulangan bunyi yang terdapat pada suatu puisi. Istilah-istilah pengulangan bunyi yakni asonansi dan aliterasi. Asonansi adalah pengulangan bunyi vokal dalam deretan kata (purwakanti). Sementara aliterasi adalah pengulangan bunyi konsonan dari kata-kata yang berurutan. Berikut ini hasil analisis lapis bunyi pada puisi ini.
a.    Bait pertama
Adakah suara cemara
Mendesing menderu padamu
Adakah melintas sepintas
Gemersik dedaunan lepas
1)   Larik pertama
a)    Terdapat asonansi /a/ pada larik ini yakni adakah suara cemara .
b)   Terdapat pengulangan urutan bunyi [a], [r], [a] pada dua urutan kata di akhir larik yakni suara cemara.
2)   Larik kedua
a)    Terdapat pengulangan urutan bunyi [m], [ə], [n], [d], [ə] yakni mendesing menderu.
b)   Terdapat aliterasi /m/ dalam larik ini yakni mendesing menderu padamu.
3)   Larik ketiga
a)    Terdapat asonansi /a/ pada larik ini yakni adakah melintas sepintas.
b)   Terdapat pengulangan urutan bunyi [i], [n], [t], [a], [s] pada dua urutan kata di akhir larik yakni melintas sepintas.
c)    Terdapat pengulangan bunyi [ə] pada urutan kata melintas sepintas.
4)   Larik keempat
Asonansi /ə/ pada kata gemersik, dedaunan, dan lepas.
b.    Bait kedua
Deretan bukit-bukit biru
Menyeru lagu itu
Gugusan mega
Ialah hiasan kencana
1)   Larik pertama
a)    Terdapat aliterasi /t/ pada urutan kata dalam larik ini yakni deretan bukit-bukit.
b)   Terdapat aliterasi /b/ pada urutan kata dalam larik ini yakni bukit-bukit biru.
c)    Terdapat pengulangan bunyi [u] pada urutan kata bukit-bukit biru.
d)   Terdapat pengulangan bunyi [i] pada urutan kata bukit-bukit biru.
2)   Larik kedua
Asonansi /u/ pada akhir kata dalam larik ini yakni menyeru lagu itu.
3)   Larik ketiga
a)    Terdapat aliterasi /g/ pada urutan kata dalam larik ini yakni gugusan mega.
b)   Terdapat asonansi /a/ pada kata gugusan mega.
4)   Larik keempat
a)    Terdapat asonansi /a/ pada urutan kata dalam larik ini yakni ialah hiasan kencana.
b)   Terdapat pegulangan bunyi [i] pada urutan kata dalam larik ini yakni ialah hiasan.
c)    Terdapat aliterasi /h/ pada urutan kata dalam larik ini yakni ialah hiasan.
d)   Terdapat aliterasi /n/ pada urutan kata dalam larik ini yakni hiasan kencana.
c.    Bait ketiga
Adakah suara cemara
Mendesing menderu padamu
Adakah lautan ladang jagung
Mengombakkan suara itu
1)   Larik pertama
a)    Terdapat asonansi /a/ pada larik ini yakni adakah suara cemara .
b)   Terdapat pengulangan urutan bunyi [a], [r], [a] pada dua urutan kata di akhir larik yakni suara cemara.
2)   Larik kedua
a)    Terdapat pengulangan urutan bunyi [m], [ə], [n], [d], [ə] yakni mendesing menderu.
b)   Terdapat pengulangan bunyi [ə] pada urutan kata mendesing menderu.
c)    Terdapat aliterasi /m/ dalam larik ini yakni mendesing menderu padamu.
3)   Larik ketiga
a)    Terdapat asonansi /a/ pada larik ini yakni adakah lautan ladang jagung.
b)   Terdapat aliterasi bunyi [ŋ] pada dua urutan kata di akhir larik yakni ladang jagung.
c)    Terdapat aliterasi /l/ pada urutan kata lautan ladang.
d)   Terdapat pengulangan bunyi [u] pada larik ini yakni kata lautan dan jagung.
4)      Larik keempat
a)    Terdapat pengulangan bunyi [a] pada kata mengombakkan suara.
b)   Terdapat pengulangan bunyi [u] pada kata suara itu.
2.    Lapis makna
Lapis makna ialah arti yang terdapat dalam tiap satuan sajak mulai dari fonem, kata, larik, bahkan bait. Hal ini berkaitan dengan diksi yang digunakan oleh penyair. Analisis lapis makna dapat dilakukan dengan menganalisis arti setiap kata terdapat pada suatu puisi, kemudian merangkai arti tersebut sehingga terbentuk makna yang tersirat dalam puisi tersebut..
a.    Bait pertama
Adakah suara cemara
Mendesing menderu padamu
Adakah melintas sepintas
Gemersik dedaunan lepas
1)   Larik pertama
a)    Kata ‘adakah’ berarti penulis bertanya ‘apa masih ada’ dengan nada yang begitu ditekan yang menggambarkan ketegasan dan meminta pertanggungjawaban.
b)   Kata ‘suara’ berarti ‘sesuatu yang terdengar’.
c)    Kata ‘cemara’ berarti ‘pohon berbatang tinggi lurus seperti tiang dengan daun seperti lidi yang umumnya berada di gunung, hutan’, kata ‘cemara’ mengacu pada hutan.
Berdasarkan arti setiap kata tersebut, maka ‘Adakah suara cemara’ berarti ‘apa masih ada suara yang dihasilkan oleh gesekan daun dari pohon cemara yang tertiup angin’
Berdasarkan hal tersebut, penulis bertanya pada pembaca atau pendengar yakni ‘apa masih ada suara gesekan daun-daun dari pohon di hutan saat angin bertiup’.
2)   Larik kedua
a)    Kata ‘mendesing’ berarti ‘mengeluarkan bunyi tiupan angin’.
b)   Kata ‘menderu’ berarti ‘berbunyi keras gemuruh, bunyi angin ribut’.
c)    Kata ‘padamu’ berarti ‘pada pembaca atau pendengar puisi’.
Berdasarkan arti setiap kata tersebut, maka ‘Mendesing menderu padamu’ berarti ‘mengeluarkan bunyi tiupan angin yang begitu keras saat angin yang begitu kencang bertiup yang ditujukan pada pembaca atau pendengar puisi’.
Berdasarkan hal tersebut, larik tersebut tersirat lanjutan dari larik pertama bahwa mengeluarkan bunyi hembusan angin kencang yang dirasakan manusia.
3)   Larik ketiga
a)    Kata ‘adakah’ berarti penulis bertanya ‘apa masih ada’ dengan nada yang begitu ditekan yang menggambarkan ketegasan dan meminta pertanggungjawaban.
b)   Kata ‘melintas’ berarti ‘berlalu dengan cepat’.
c)    Kata ‘sepintas’ berarti ‘sambil lalu, dengan singkat’. Kata ‘sepintas’ dipasangkan dengan ‘melintas’ sebagai bentuk
Berdasarkan arti setiap kata tesebut, maka arti dari ‘Adakah melintas sepintas’ berarti ‘apa masih ada yang berlalu dengan cepat dan singkat’
Berdasarkan hal tersebut, larik tersebut tersirat bahwa penulis sekali lagi bertanya dengan penuh keprihatian ‘Apa masih ada, yang berlalu dengan secepat kilat’.
4)   Larik keempat
a)    Kata ‘gemersik’, berasal dari kata ‘gersik’ yang berarti ‘tiruan bunyi tebaran pasir terinjak’ yang mengalami proses infiksasi dari infiks –em-. Namun, kata ‘gemersik’ dalam puisi ini hanya mengambil sifatnya yakni ‘bunyi yag dihasilkan begitu lembut’ dalam hal ini ‘sejuk dan tentram’.
b)   Kata ‘dedaunan’ berarti ‘daun-daun yang tidak hanya satu jenis’.
c)    Kata lepas’ berarti ‘bebas dari ikatan, tidak terikat, tidak terpasang’.
Berdasarkan arti setiap kata tesebut, maka arti dari ‘Gemersik dedaunan lepas’ berarti ‘suara seperti bunyi tebaran pasir terinjak oleh daun-daun yang gugur’.
Berdasarkan hal tersebut, larik tersebut tersirat lanjutan larik sebelumnya yakni suara saat dedaunan berguguran yang menyejukkan dan menentramkan.
Arti secara keseluruhan yakni ‘Apa masih ada suara gesekan daun-daun dari pohon di hutan saat angin bertiup dengan kencang yang dirasakan manusia, suara yang berlalu dengan  secepat kilat saat dedaunan berguguran akibat hembusan angin itu tetapi menyejukkan dan menentramkan.
Ini menggambarkan bahwa terjadinya penebangan pohon dengan liar di daerah tempat tinggal penulis yang dapat dilihat dari makna yang tersirat dalam bait pertama puisi ini. Penulis bertanya dengan begitu dengan penekanan dan meminta pertanggungjawaban ‘apakah manusia masih bisa merasakan suara hembusan angin yang bertiup dipepohonan hingga suara dedaunan yang berguguran yang sangat menyejukkan dan menentramkan saat pohon-pohon yang ada di hutan telah ditebangi’ sebagai bentuk keprihatinan atas kondisi hutan saat ini yang pohonnya terus dibabat oleh pembalakan liar. Hal ini megindikasikan bahwa sudah tidak ada lagi pepohonan yang tumbuh akibat ulah manusia sendiri.
b.    Bait kedua
Deretan bukit-bukit biru
Menyeru lagu itu
Gugusan mega
Ialah hiasan kencana
1)   Larik pertama
a)    Kata ‘deretan’ berarti ‘susunan, barisan’.
b)   Kata ‘bukit-bukit’ berarti ‘banyak bukit’.
c)    Kata ‘biru’ berarti ‘warna langit’ yang menggmbarkan langit.
Berdasarkan arti setiap kata tersebut, maka ‘Deretan bukit-bukit biru’ berarti ‘barisan bukit yang dilihat yang berlatarkan langit’.
Berdasarkan hal tersebut, larik tersebut tersirat bahwa barisan bukit yang dilihat berlatarkan langit yang mengembalikan ingatan tentang masa lalu yang hutan dan gunung penuh dengan rimbunan pepohonan sekaligus angan penulis agar masa itu  terulang kembali.
2)   Larik kedua
a)    Kata ‘menyeru’ berarti ‘memanggil atau berteriak’.
b)   Kata ‘lagu itu’ mengacu pada lagu yang berjudul ‘Naik-Naik ke Puncak Gunung’ yang menunjukkan bahwa di sekitar terdapat begitu banyak pohon.
Berdasarkan arti setiap kata tersebut, maka ‘Menyeru lagu itu’ berarti “meneriakkan lagu ‘Naik-Naik ke Puncak Gunung’” yang menunjukkan bahwa di sekitar terdapat begitu banyak pohon.
Berdasarkan hal tersebut, larik tersebut tersirat bahwa larik sebelumnya membawa penulis pada sebuah lagu ‘Naik-Naik ke Puncak Gunung’ mengingatkan bahwa di sekitar dulunya terdapat begitu banyak pohon.
3)   Larik ketiga
a)    Kata ‘gugusan’ berarti ‘ragkaian, kumpulan, kelompok’.
b)   Kata ‘mega’ berarti ‘awan’.
Berdasarkan arti setiap kata tersebut, maka ‘Gugusan mega’ berarti “kumpulan awan’.
Berdasarkan hal tersebut, larik tersebut tersirat bahwa pemandangan tersebut menjadi lebih indah dengan panorama kumpulan atau kelompok awan yang terlihat di sekitar puncak gunung, bukit, atau hutan.
4)   Larik keempat
a)    Kata ‘ialah’ berarti ‘adalah, merupakan’.
b)   Kata ‘hiasan’ berarti ‘barang yang digunakan untuk menghias’.
c)    Kata ‘kencana’ berarti ‘emas’ yang menggambarkan sesuatu yang berharga. Barang berharga disini adalah pohon-pohon yang merupakan sumber daya alam yang terbesar sebagai paru-paru dunia.
Berdasarkan arti setiap kata, maka ‘Ialah hiasan kencana’ berarti ‘merupakan sesuatu yang menghiasi hal yang berharga yakni pohon-pohon yang merupakan paru-paru dunia’.
Berdasarkan hal tersebut, larik tersebut tersirat lanjutan dari larik sebelumya bahwa rangkaian awan tersebut merupakan sesuatu yang menjadi penghias paru-paru dunia, harta berharga dunia.
Arti secara keseluruhan yakni  Barisan bukit yang dilihat berlatarkan langit yang membawa kita pada Lagu ‘Naik-Naik ke Puncak Gunung’ yang mengingatkan bahwa di sekitar terdapat begitu banyak pohon. Sementara kumpulan atau kelompok awan yang terlihat di sekitar puncak gunung, bukit, atau hutan menghiasi paru-paru dunia, harta berharga dunia”.
Ini menggambarkan bahwa penulis kembali teringat pada masa-masa yang dulunya hutan-hutan dan gunung-gunung dipenuhi rimbunan pohon sekaligus berangan-angan agar masa-masa itu dapat kembali lagi pada saat melihat barisan bukit yang begitu indah dengan berlatarkan langit yang membawanya pada Lagu ‘Naik-Naik ke Puncak Gunung’ yang mengingatkan bahwa di sekitar kita dulu terdapat begitu banyak pohon, dan pemandangan itu menjadi lebih indah dengan panoramanya dikelilingi oleh sekelompok awan yang menghiasi pohon-pohon yang ada di gunung ataupun hutan, sebagai paru-paru dunia.
c.    Bait ketiga
Adakah suara cemara
Mendesing menderu padamu
Adakah lautan ladang jagung
Mengombakkan suara itu
1)   Larik pertama
a)    Kata ‘adakah’ berarti penulis bertanya ‘apa masih ada’ dengan nada yang begitu ditekan yang menggambarkan ketegasan dan meminta pertanggungjawaban.
b)    Kata ‘suara’ berarti ‘sesuatu yang terdengar’
c)     Kata ‘cemara’ berarti ‘pohon berbatang tinggi lurus seperti tiang dengan daun seperti lidi yang umumnya berada di gunung, hutan’.
Berdasarkan arti setiap kata tersebut, maka ‘Adakah suara cemara’ berarti ‘apa masih ada suara yang dihasilkan oleh gesekan daun dari pohon cemara yang tertiup angin’
Berdasarkan hal tersebut, larik tersebut tersirat bahwa penulis kembali mengulang pertayaannya ‘Apa masih ada suara gesekan daun-daun dari pohon di hutan saat angin bertiup’.
2)   Larik kedua
a)     Kata ‘mendesing’ berarti ‘mengeluarkan bunyi tiupan angin’.
b)    Kata ‘menderu’ berarti ‘berbunyi keras gemuruh, bunyi angin ribut’.
c)     Kata ‘padamu’ berarti ‘pada pembaca atau pendengar puisi’.
Berdasarkan arti setiap kata tersebut, maka ‘Mendesing menderu padamu’ berarti ‘mengeluarkan bunyi tiupan angin yang begitu keras saat angin yang begitu kencang bertiup yang ditujukan pada pembaca atau pendengar puisi’.
Berdasarkan hal tersebut, larik tersebut tersirat lanjutan dari larik pertama bahwa mengeluarkan bunyi hembusan angin kencang yang dirasakan manusia.
3)   Larik ketiga
a)    Kata ‘adakahberarti penulis bertanya ‘apa ada’ dengan nada yang begitu ditekan yang menggambarkan ketegasan dan meminta pertanggungjawaban.
b)   Kata ‘lautan’ berarti ‘laut yang luas sekali’. Namun, dalam puisi ini ‘lautan’ hanya menggambarkan sifat yakni ‘sesuatu yang sangat luas’.
c)    Kata ‘ladang’ berarti ‘tanah yang ditanami, mengandung sumber daya alam’.
d)   Kata ‘jagung’ berarti ‘tanaman yang berwana hijau tetapi buahnya berwarna kuning’. Kata ‘jagung’ dianalogikan dengan ‘cemara’ karena sama-sama berwarna hijau dengan bentuk daun yang sama dan batang yang lurus seperti tiang hanya saja ukurannya lebih kecil.
Berdasarkan arti setiap kata tersebut, maka ‘Adakah lautan ladang jagung’ berarti ‘apa ada tanah yang begitu luas ditanami dengan jagung sebagai pengganti cemara’.
Berdasarkan hal tersebut, larik tersebut tersirat bahwa penulis kembali bertanya ‘Apa ada tanah yang begitu luas ditanami tanaman hijau yang berukuran kecil sebagai pengganti pohon besar yang telah ditebang’.
4)   Larik keempat
a)    Kata ‘mengombakkan’ berarti ‘gerakan air yang naik-turun atau bergulung-gulung’. Namun, kata ‘megombakkan’ dalam puisi ini hanya menggambarkan sifat atau fungsinya yakni ‘membawa’ dalam hal ini ‘menghasilkan’.
b)   Kata ‘suara itu’ berarti merujuk pada referen atau acuan suara sebelumnya yakni ‘suara angin dari gesekan-gesekan daun yang membawa kesejukan, ketentraman’.
Berdasarkan arti setiap kata tersebut, maka ‘Mengombakkan suara itu’ berarti ‘menghasilkan suara yang sama yakni suara angin dari gesekan-gesekan daun’.
Berdasarkan hal tersebut, larik tersebut tersirat lanjutan dari larik sebelumnya bahwa menghasilkan suara yang sama yakni suara angin dari gesekan-gesekan daun di pohon yang membawa kesejukan dan ketentraman pada manusia.
Arti secara keseluruhan berarti ‘Apa masih ada suara gesekan daun-daun dari pohon di hutan saat angin bertiup dengan kencang yang dirasakan manusia, atau apa ada tanah yang begitu luas ditanami tanaman hijau yang berukuran kecil sebagai pengganti pohon besar yang telah ditebang yang menghasilkan suara yang sama yakni suara angin dari gesekan-gesekan daun di pohon yang membawa kesejukan dan ketentraman pada manusia.
Ini menggambarkan bahwa penebangan pohon dengan liar di daerah tempat tinggal penulis tidak akan menghasilkan manfaat yang sama dengan manfaat yang diberikan sumber daya alam dari hutan dan pegunungan meskipun diganti dengan tanaman hijau lainnya yang tak sebanding. Hal ini dapat dilihat dari makna yang tersirat dalam bait ketiga puisi ini. Penulis bertanya sekali lagi dengan begitu dengan penekanan dan meminta pertanggungjawaban apakah manusia masih bisa merasakan suara hembusan angin yang bertiup dipepohonan hingga suara dedaunan yang berguguran yang memberikan kesejukan dan ketentraman pada manusia saat pohon-pohon yang ada di hutan telah ditebangi atau mampukah tanaman hijau yang ukurannya jauh lebih kecil menghasilkan hal lebih kecil menghasilkan hal yang sama dengan pohon-pohon yang ada di hutan dan di gunung yang telah ditebangi. Hal ini mengindikasikan bahwa pepohonan yang ada di hutan ataupun gunung habis dibabat untuk dijadikan lahan pertanian atau untuk bercocok tanam.
3.    Citraan
Citraan adalah gambar-gambar dalam pikiran, atau gambaran angan si penyair. Setiap gambar pikiran disebut citra atau imaji (image). Gambaran pikiran ini adalah sebuah efek dalam pikiran yang sangat menyerupai gambaran yang dihasilkan oleh penangkapan kita terhadap sebuah objek.
Pada puisi ini terdapat beberapa pencitraan yakni sebagai:
a.    Citra Auditif
Citraan pendengaran adalah citraan yang dihasilkan dengan menyebutkan atau menguraikan bunyi suara. Citraan pendengaran berhubungan dengan kesan dan gambaran yang diperoleh melalui indera pendengaran (telinga). Imaji citra auditif terdapat pada kata ‘mendesing’ dan ‘menderu’ pada larik ‘mendesing menderu padamu’, kata ‘menyeru’ pada larik ‘menyeru lagu itu’, kata ‘gemersik’ pada larik ‘gemersik dedaunan lepas’.
b.    Citra Visual
Citraan penglihatan atau disebut juga citra visual adalah citraan yang ditimbulkan oleh indera penglihatan (mata). Citraan ini paling sering digunakan oleh penyair. Citraan penglihatan mampu memberi rangsangan kepada indera penglihatan sehingga hal-hal yang tidak terlihat menjadi seolah-olah terlihat. Imaji cita visual terdapat pada larik ‘adakah melintas sepintas’, bentuk ‘dedanunan lepas’ pada larik ‘gemersik dedaunan lepas’, larik ‘deretan bukit-bukit biru’, dan larik ‘gugusan mega’.
4.    Gaya Bahasa
Gaya bahasa atau yang sering disebut majas adalah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis. Penggunaan majas sering ditemukan dalam karya sastra termasuk puisi. Majas yang terdapat dalam puisi ini secara umum atau keseluruhan menggunakan majas penegasan. Majas penegasan (pengulangan) ini meliputi:
a.    Majas Retorik
Majas retorik adalah majas yang berupa pertanyaan, yang sebenarnya tidak perlu dijawab karena memberi penegasan, sindiran, dan keluhan. Pada puisi ini terdapat majas retorik yang dapat dilihat dari penggunaan kata ‘adakah’ pada larik pertama dan larik kedua yang terdapat pada bait pertama dan bait ketiga.
b.    Majas Paralelisme
Majas paralelisme adalah majas yang mengulang kata di setiap baris yang sama dalam satu bait dengan menggunakan kata, frasa, atau klausa yang sejajar. Pada puisi ini terdapat majas paralelisme yang dapat dilihat pada perulangan larik yakni ‘Adakah suara cemara’ dan ‘Mendesing menderu padamu’ pada bait pertama dan ketiga. Selain itu pengulangan kata ‘adakah’ pada larik pertama dan kedua pada bait pertama dan ketiga.
c.    Majas Pleonasme
Majas pleonasme adalah majas yang menambahkan keterangan pada pernyataan yang sudah jelas atau menambahkan keterangan yang sebenarnya tidak diperlukan. Pada puisi ini terdapat majas pleonasme yang terdapat pada larik kedua yang terdapat pada bait pertama dan kedua yakni ‘mendesing menderu’ dan terdapat pada larik ketiga bait pertama yakni ‘melintas sepintas’. Masing-masing bentuk tersebut bertujuan untuk lebih menegaskan arti kata yang tersirat dalam puisi tersebut.
Selain itu, juga terdapat majas perbandingan makna, yakni:
a.    Majas Metafora
Majas metafora adalah majas yang mengungkapkan sesuatu secara langsung, berupa perbandingan analogis. Majas metafora pada puisi ini terdapat pada larik keempat bait kedua yakni ‘ialah hiasan kencana’, ‘kencana’ berarti ‘emas’ atau ‘harta berharga’ merupakan makna kiasan bagi pohon-pohon yang ada di hutan atau gunung sebagai paru-paru dunia yang menjadi harta berharga dunia ini. Selain itu, juga terdapat pada larik ketiga pada bait ketiga ‘adakah lautan ladang jagung’.
b.    Majas Metonimia
Majas metonimia adalah majas yang menggunakan sepatah dua patah kata, yang merupakan merek, macam, atau lainnya yang merupakan satu kesatuan dari sebuah kata. Majas metonimia pada puisi ini terdapat pada kata ‘cemara’ dalam larik pertama yang terdapat dalam bait pertama dan ketiga.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bahasa Daerah Makassar

Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia