Apresiasi Puisi Indonesia
ANALISIS PUISI ‘ADAKAH SUARA CEMARA’ KARYA TAUFIK
ISMAIL PENDEKATAN ANALITIS
oleh Shafariana, dkk
Adakah
Suara Cemara
Oleh
Taufik Ismail
Adakah
suara cemara
Mendesing menderu padamu
Adakah melintas sepintas
Gemersik dedaunan lepas
Deretan bukit-bukit biru
Menyeru lagu itu
Gugusan mega
Ialah hiasan kencana
Adakah suara cemara
Mendesing menderu padamu
Adakah lautan ladang jagung
Mengombakkan suara itu
Mendesing menderu padamu
Adakah melintas sepintas
Gemersik dedaunan lepas
Deretan bukit-bukit biru
Menyeru lagu itu
Gugusan mega
Ialah hiasan kencana
Adakah suara cemara
Mendesing menderu padamu
Adakah lautan ladang jagung
Mengombakkan suara itu
Pendekatan
Analitis
Pendekatan analitis
adalah pendekatan yang secara sistematis obyektif berusaha memahami unsur-unsur
intrinsik dalam sastra (prosa fiksi dan puisi), mengidentifikasi peranan setiap
unsur intrinsik dalam sastra (prosa fiksi dan puisi) serta berusaha memahami
bagaimana hubungan antara unsur yang satu dengan lainnya. Sementara
menurut Aminuddin (2010:44), pendekatan analitis adalah suatu pendekatan yang
berusaha memahami gagasan, cara pengarang menampilkan atau mengimajikan
ide-idenya, sikap pengarang dalam menampilkan gagasan-gagasannya, elemen
intrinsik dan mekanisme hubungan dari setiap elemen instrinsik itu, sehingga
mampu membangun adanya keselarasan dan kesatuan dalam rangka membangun
totalitas bentuk maupun totalitas maknanya. Pendekatan analitis memiliki
langkah-langkah sebagai berikut.
a. Menyiapkan
puisi yang akan dianalisis
b. Menganalisis
lapis bunyi puisi
c. Menganalisis
lapis makna puisi
d. Menganalisis
citraan yang digunakan penyair pada puisi
e. Menganalisis
gaya bahasa yang digunakan penyair pada puisi
1. Lapis
bunyi
Lapis bunyi dalam sajak adalah semua
satuan bunyi yang didasarkan atas konvensi bahasa tertentu. Lapis bunyi dalam
puisi mempunyai tujuan untuk menciptakan efek puitis dan nilai seni. Selain
itu, lapis bunyi juga memilki fungsi sebagai alat penyair untuk memperdalam
ucapan, menimbulkan rasa, menimbulkan bayangan angan yang jelas, dan
sebagainya. Analisis lapis bunyi dapat dilakukan dengan menganalisis
pengulangan bunyi yang terdapat pada suatu puisi. Istilah-istilah pengulangan
bunyi yakni asonansi dan aliterasi. Asonansi adalah pengulangan
bunyi vokal dalam deretan kata (purwakanti). Sementara aliterasi adalah pengulangan
bunyi konsonan dari kata-kata yang berurutan. Berikut ini hasil analisis lapis
bunyi pada puisi ini.
a. Bait
pertama
Adakah suara cemara
Mendesing menderu padamu
Adakah melintas sepintas
Gemersik dedaunan lepas
Mendesing menderu padamu
Adakah melintas sepintas
Gemersik dedaunan lepas
1)
Larik
pertama
a)
Terdapat
asonansi /a/ pada larik ini yakni adakah
suara cemara .
b)
Terdapat
pengulangan urutan bunyi [a], [r], [a] pada dua urutan kata di akhir larik
yakni suara cemara.
2)
Larik
kedua
a)
Terdapat
pengulangan urutan bunyi [m], [ə], [n], [d], [ə] yakni mendesing menderu.
b)
Terdapat
aliterasi /m/ dalam larik ini yakni mendesing
menderu padamu.
3)
Larik
ketiga
a)
Terdapat
asonansi /a/ pada larik ini yakni adakah
melintas sepintas.
b)
Terdapat
pengulangan urutan bunyi [i], [n], [t], [a], [s] pada dua urutan kata di akhir
larik yakni melintas
sepintas.
c)
Terdapat pengulangan bunyi [ə] pada urutan
kata melintas sepintas.
4)
Larik
keempat
Asonansi
/ə/ pada kata gemersik, dedaunan, dan lepas.
b. Bait
kedua
Deretan bukit-bukit biru
Menyeru lagu itu
Gugusan mega
Ialah hiasan kencana
Menyeru lagu itu
Gugusan mega
Ialah hiasan kencana
1)
Larik
pertama
a)
Terdapat
aliterasi /t/ pada urutan kata dalam larik ini yakni deretan bukit-bukit.
b)
Terdapat
aliterasi /b/ pada urutan kata dalam larik ini yakni bukit-bukit biru.
c)
Terdapat
pengulangan bunyi [u] pada urutan kata bukit-bukit
biru.
d)
Terdapat
pengulangan bunyi [i] pada urutan kata bukit-bukit
biru.
2)
Larik
kedua
Asonansi
/u/ pada akhir kata dalam larik ini yakni menyeru
lagu itu.
3)
Larik
ketiga
a)
Terdapat
aliterasi /g/ pada urutan kata dalam larik ini yakni gugusan mega.
b)
Terdapat
asonansi /a/ pada kata gugusan
mega.
4)
Larik
keempat
a)
Terdapat
asonansi /a/ pada urutan kata dalam larik ini yakni ialah hiasan kencana.
b)
Terdapat
pegulangan bunyi [i] pada urutan kata dalam larik ini yakni ialah hiasan.
c)
Terdapat
aliterasi /h/ pada urutan kata dalam larik ini yakni ialah hiasan.
d)
Terdapat
aliterasi /n/ pada urutan kata dalam larik ini yakni hiasan kencana.
c. Bait
ketiga
Adakah
suara cemara
Mendesing menderu padamu
Adakah lautan ladang jagung
Mengombakkan suara itu
Mendesing menderu padamu
Adakah lautan ladang jagung
Mengombakkan suara itu
1)
Larik
pertama
a)
Terdapat
asonansi /a/ pada larik ini yakni adakah
suara cemara .
b)
Terdapat
pengulangan urutan bunyi [a], [r], [a] pada dua urutan kata di akhir larik
yakni suara cemara.
2)
Larik
kedua
a)
Terdapat
pengulangan urutan bunyi [m], [ə], [n], [d], [ə] yakni mendesing menderu.
b)
Terdapat pengulangan bunyi [ə] pada urutan
kata mendesing menderu.
c)
Terdapat
aliterasi /m/ dalam larik ini yakni mendesing
menderu padamu.
3)
Larik
ketiga
a)
Terdapat
asonansi /a/ pada larik ini yakni adakah lautan ladang jagung.
b)
Terdapat
aliterasi bunyi [ŋ] pada dua urutan kata di akhir larik yakni ladang jagung.
c)
Terdapat aliterasi /l/ pada urutan kata lautan ladang.
d)
Terdapat
pengulangan bunyi [u] pada larik ini yakni kata lautan
dan jagung.
4)
Larik
keempat
a)
Terdapat
pengulangan bunyi [a] pada kata mengombakkan
suara.
b)
Terdapat
pengulangan bunyi [u] pada kata suara
itu.
2. Lapis
makna
Lapis makna ialah arti yang terdapat dalam
tiap satuan sajak mulai dari fonem, kata, larik, bahkan bait. Hal ini berkaitan
dengan diksi yang digunakan oleh penyair. Analisis lapis makna dapat dilakukan
dengan menganalisis arti setiap kata terdapat pada suatu puisi, kemudian
merangkai arti tersebut sehingga terbentuk makna yang tersirat dalam puisi
tersebut..
a. Bait
pertama
Adakah suara cemara
Mendesing menderu padamu
Adakah melintas sepintas
Gemersik dedaunan lepas
Mendesing menderu padamu
Adakah melintas sepintas
Gemersik dedaunan lepas
1)
Larik
pertama
a)
Kata
‘adakah’ berarti penulis bertanya ‘apa masih ada’ dengan nada
yang begitu ditekan yang menggambarkan ketegasan dan meminta pertanggungjawaban.
b)
Kata
‘suara’ berarti ‘sesuatu yang terdengar’.
c)
Kata
‘cemara’ berarti ‘pohon berbatang tinggi lurus seperti tiang dengan daun
seperti lidi yang umumnya berada di gunung, hutan’, kata ‘cemara’
mengacu pada hutan.
Berdasarkan arti setiap kata
tersebut, maka ‘Adakah
suara cemara’ berarti ‘apa masih ada suara yang
dihasilkan oleh gesekan daun dari pohon cemara yang tertiup angin’
Berdasarkan
hal tersebut, penulis bertanya pada pembaca atau pendengar yakni ‘apa masih ada
suara gesekan daun-daun dari pohon di hutan saat angin bertiup’.
2)
Larik
kedua
a)
Kata
‘mendesing’ berarti ‘mengeluarkan bunyi tiupan angin’.
b)
Kata
‘menderu’ berarti ‘berbunyi keras gemuruh, bunyi angin ribut’.
c)
Kata
‘padamu’ berarti ‘pada pembaca atau pendengar puisi’.
Berdasarkan arti setiap kata
tersebut, maka ‘Mendesing
menderu padamu’ berarti ‘mengeluarkan bunyi tiupan angin
yang begitu keras saat angin yang begitu kencang bertiup yang ditujukan pada
pembaca atau pendengar puisi’.
Berdasarkan
hal tersebut, larik tersebut tersirat lanjutan dari larik pertama bahwa mengeluarkan
bunyi hembusan angin kencang yang dirasakan manusia.
3)
Larik
ketiga
a)
Kata
‘adakah’ berarti penulis bertanya ‘apa
masih ada’ dengan nada yang begitu ditekan yang menggambarkan ketegasan dan
meminta pertanggungjawaban.
b)
Kata ‘melintas’
berarti ‘berlalu dengan cepat’.
c)
Kata ‘sepintas’
berarti ‘sambil lalu, dengan singkat’. Kata ‘sepintas’ dipasangkan dengan ‘melintas’ sebagai bentuk
Berdasarkan arti setiap kata
tesebut, maka arti dari ‘Adakah
melintas sepintas’ berarti ‘apa masih ada yang berlalu
dengan cepat dan singkat’
Berdasarkan
hal tersebut, larik tersebut tersirat bahwa penulis sekali lagi bertanya dengan penuh keprihatian ‘Apa masih
ada, yang berlalu dengan secepat kilat’.
4)
Larik
keempat
a)
Kata ‘gemersik’,
berasal dari kata ‘gersik’ yang berarti ‘tiruan bunyi tebaran pasir terinjak’
yang mengalami proses infiksasi dari infiks –em-. Namun, kata ‘gemersik’ dalam
puisi ini hanya mengambil sifatnya yakni ‘bunyi yag dihasilkan begitu lembut’
dalam hal ini ‘sejuk dan tentram’.
b)
Kata ‘dedaunan’
berarti ‘daun-daun yang tidak hanya satu jenis’.
c)
Kata
‘lepas’ berarti ‘bebas dari
ikatan, tidak terikat, tidak terpasang’.
Berdasarkan arti setiap kata
tesebut, maka arti dari ‘Gemersik
dedaunan lepas’ berarti ‘suara seperti bunyi tebaran
pasir terinjak oleh daun-daun yang gugur’.
Berdasarkan
hal tersebut, larik tersebut tersirat lanjutan larik sebelumnya yakni suara saat dedaunan berguguran yang
menyejukkan dan menentramkan.
Arti secara keseluruhan yakni ‘Apa
masih ada suara gesekan daun-daun dari pohon di hutan saat angin bertiup dengan
kencang yang dirasakan manusia, suara yang berlalu dengan secepat kilat saat dedaunan berguguran akibat
hembusan angin itu tetapi menyejukkan dan menentramkan.
Ini menggambarkan bahwa terjadinya
penebangan pohon dengan liar di daerah tempat tinggal penulis yang dapat
dilihat dari makna yang tersirat dalam bait pertama puisi ini. Penulis bertanya
dengan begitu dengan penekanan dan meminta pertanggungjawaban ‘apakah manusia
masih bisa merasakan suara hembusan angin yang bertiup dipepohonan hingga suara
dedaunan yang berguguran yang sangat menyejukkan dan menentramkan saat
pohon-pohon yang ada di hutan telah ditebangi’ sebagai bentuk keprihatinan atas
kondisi hutan saat ini yang pohonnya terus dibabat oleh pembalakan liar. Hal
ini megindikasikan bahwa sudah tidak ada lagi pepohonan yang tumbuh akibat ulah
manusia sendiri.
b. Bait
kedua
Deretan bukit-bukit biru
Menyeru lagu itu
Gugusan mega
Ialah hiasan kencana
Menyeru lagu itu
Gugusan mega
Ialah hiasan kencana
1) Larik
pertama
a) Kata
‘deretan’ berarti ‘susunan, barisan’.
b) Kata
‘bukit-bukit’ berarti ‘banyak bukit’.
c) Kata
‘biru’ berarti ‘warna langit’ yang
menggmbarkan langit.
Berdasarkan arti setiap kata
tersebut, maka ‘Deretan
bukit-bukit biru’ berarti ‘barisan bukit yang dilihat yang
berlatarkan langit’.
Berdasarkan
hal tersebut, larik tersebut tersirat bahwa barisan bukit yang dilihat
berlatarkan langit yang mengembalikan ingatan tentang masa lalu yang hutan dan
gunung penuh dengan rimbunan pepohonan sekaligus angan penulis agar masa
itu terulang kembali.
2) Larik
kedua
a) Kata
‘menyeru’ berarti ‘memanggil atau
berteriak’.
b) Kata
‘lagu itu’ mengacu pada lagu yang
berjudul ‘Naik-Naik ke Puncak Gunung’ yang menunjukkan bahwa di sekitar
terdapat begitu banyak pohon.
Berdasarkan arti setiap kata
tersebut, maka ‘Menyeru
lagu itu’ berarti “meneriakkan lagu ‘Naik-Naik ke Puncak Gunung’”
yang menunjukkan bahwa di sekitar terdapat begitu banyak pohon.
Berdasarkan
hal tersebut, larik tersebut tersirat bahwa larik sebelumnya membawa
penulis pada sebuah lagu ‘Naik-Naik ke Puncak Gunung’ mengingatkan bahwa di
sekitar dulunya terdapat begitu banyak pohon.
3) Larik
ketiga
a) Kata
‘gugusan’ berarti ‘ragkaian,
kumpulan, kelompok’.
b) Kata
‘mega’ berarti ‘awan’.
Berdasarkan arti setiap kata
tersebut, maka ‘Gugusan
mega’ berarti “kumpulan awan’.
Berdasarkan
hal tersebut, larik tersebut tersirat bahwa pemandangan tersebut
menjadi lebih indah dengan panorama kumpulan atau kelompok awan yang terlihat
di sekitar puncak gunung, bukit, atau hutan.
4) Larik
keempat
a) Kata
‘ialah’ berarti ‘adalah, merupakan’.
b) Kata
‘hiasan’ berarti ‘barang yang
digunakan untuk menghias’.
c) Kata
‘kencana’ berarti ‘emas’ yang
menggambarkan sesuatu yang berharga. Barang berharga disini adalah pohon-pohon
yang merupakan sumber daya alam yang terbesar sebagai paru-paru dunia.
Berdasarkan
arti setiap kata, maka ‘Ialah hiasan kencana’ berarti ‘merupakan sesuatu yang
menghiasi hal yang berharga yakni pohon-pohon yang merupakan paru-paru dunia’.
Berdasarkan
hal tersebut, larik tersebut tersirat lanjutan dari larik sebelumya bahwa rangkaian awan tersebut merupakan
sesuatu yang menjadi penghias paru-paru dunia, harta berharga dunia.
Arti secara keseluruhan yakni “Barisan bukit yang
dilihat berlatarkan langit yang membawa kita pada Lagu ‘Naik-Naik ke Puncak
Gunung’ yang mengingatkan bahwa di sekitar terdapat begitu banyak pohon.
Sementara kumpulan atau kelompok awan yang terlihat di sekitar puncak gunung,
bukit, atau hutan menghiasi paru-paru dunia, harta berharga dunia”.
Ini menggambarkan bahwa penulis
kembali teringat pada masa-masa yang dulunya hutan-hutan dan gunung-gunung
dipenuhi rimbunan pohon sekaligus berangan-angan agar masa-masa itu dapat
kembali lagi pada saat melihat barisan bukit yang begitu indah dengan
berlatarkan langit yang membawanya pada Lagu ‘Naik-Naik ke Puncak
Gunung’ yang mengingatkan bahwa di sekitar kita dulu terdapat begitu banyak pohon,
dan pemandangan itu menjadi lebih indah dengan panoramanya dikelilingi oleh
sekelompok awan yang menghiasi pohon-pohon yang ada di gunung ataupun hutan,
sebagai paru-paru dunia.
c.
Bait ketiga
Adakah suara cemara
Mendesing menderu padamu
Adakah lautan ladang jagung
Mengombakkan suara itu
Mendesing menderu padamu
Adakah lautan ladang jagung
Mengombakkan suara itu
1) Larik
pertama
a)
Kata
‘adakah’ berarti penulis bertanya ‘apa masih ada’ dengan nada yang
begitu ditekan yang menggambarkan ketegasan dan meminta pertanggungjawaban.
b)
Kata ‘suara’ berarti ‘sesuatu yang
terdengar’
c)
Kata ‘cemara’ berarti ‘pohon berbatang
tinggi lurus seperti tiang dengan daun seperti lidi yang umumnya berada di
gunung, hutan’.
Berdasarkan arti setiap kata
tersebut, maka ‘Adakah
suara cemara’ berarti ‘apa masih ada suara yang
dihasilkan oleh gesekan daun dari pohon cemara yang tertiup angin’
Berdasarkan
hal tersebut, larik tersebut tersirat bahwa penulis kembali mengulang pertayaannya ‘Apa masih ada
suara gesekan daun-daun dari pohon di hutan saat angin bertiup’.
2)
Larik kedua
a)
Kata ‘mendesing’ berarti ‘mengeluarkan
bunyi tiupan angin’.
b)
Kata ‘menderu’ berarti ‘berbunyi keras
gemuruh, bunyi angin ribut’.
c)
Kata ‘padamu’ berarti ‘pada pembaca
atau pendengar puisi’.
Berdasarkan arti setiap kata tersebut,
maka ‘Mendesing menderu padamu’
berarti
‘mengeluarkan bunyi tiupan angin yang begitu keras saat angin yang begitu
kencang bertiup yang ditujukan pada pembaca atau pendengar puisi’.
Berdasarkan
hal tersebut, larik tersebut tersirat lanjutan dari larik pertama bahwa
mengeluarkan bunyi hembusan angin kencang yang dirasakan manusia.
3) Larik
ketiga
a) Kata
‘adakah’ berarti penulis bertanya ‘apa ada’ dengan nada yang begitu ditekan yang
menggambarkan ketegasan dan meminta pertanggungjawaban.
b) Kata
‘lautan’ berarti ‘laut yang luas
sekali’. Namun, dalam puisi ini ‘lautan’ hanya menggambarkan sifat yakni
‘sesuatu yang sangat luas’.
c) Kata
‘ladang’ berarti ‘tanah yang
ditanami, mengandung sumber daya alam’.
d) Kata
‘jagung’ berarti ‘tanaman yang
berwana hijau tetapi buahnya berwarna kuning’. Kata ‘jagung’ dianalogikan
dengan ‘cemara’ karena sama-sama berwarna hijau dengan bentuk daun yang sama
dan batang yang lurus seperti tiang hanya saja ukurannya lebih kecil.
Berdasarkan
arti setiap kata tersebut, maka ‘Adakah lautan ladang jagung’ berarti ‘apa ada
tanah yang begitu luas ditanami dengan jagung sebagai pengganti cemara’.
Berdasarkan hal tersebut,
larik tersebut tersirat bahwa penulis kembali bertanya ‘Apa ada tanah yang
begitu luas ditanami tanaman hijau yang berukuran kecil sebagai pengganti pohon
besar yang telah ditebang’.
4) Larik
keempat
a) Kata
‘mengombakkan’ berarti ‘gerakan air
yang naik-turun atau bergulung-gulung’. Namun, kata ‘megombakkan’ dalam puisi
ini hanya menggambarkan sifat atau fungsinya yakni ‘membawa’ dalam hal ini
‘menghasilkan’.
b) Kata
‘suara itu’ berarti merujuk pada
referen atau acuan suara sebelumnya yakni ‘suara angin dari gesekan-gesekan
daun yang membawa kesejukan, ketentraman’.
Berdasarkan
arti setiap kata tersebut, maka ‘Mengombakkan suara itu’ berarti ‘menghasilkan
suara yang sama yakni suara angin dari gesekan-gesekan daun’.
Berdasarkan
hal tersebut, larik tersebut tersirat lanjutan dari larik sebelumnya bahwa menghasilkan
suara yang sama yakni suara angin dari gesekan-gesekan daun di pohon yang
membawa kesejukan dan ketentraman pada manusia.
Arti secara keseluruhan berarti ‘Apa
masih ada suara gesekan daun-daun dari pohon di hutan saat angin bertiup dengan
kencang yang dirasakan manusia, atau apa ada tanah yang begitu luas ditanami tanaman hijau yang
berukuran kecil sebagai pengganti pohon besar yang telah ditebang yang menghasilkan
suara yang sama yakni suara angin dari gesekan-gesekan daun di pohon yang
membawa kesejukan dan ketentraman pada manusia.
Ini menggambarkan bahwa penebangan
pohon dengan liar di daerah tempat tinggal penulis tidak akan menghasilkan
manfaat yang sama dengan manfaat yang diberikan sumber daya alam dari hutan dan
pegunungan meskipun diganti dengan tanaman hijau lainnya yang tak sebanding.
Hal ini dapat dilihat dari makna yang tersirat dalam bait ketiga puisi ini.
Penulis bertanya sekali lagi dengan begitu dengan penekanan dan meminta
pertanggungjawaban apakah manusia masih bisa merasakan suara hembusan angin
yang bertiup dipepohonan hingga suara dedaunan yang berguguran yang memberikan
kesejukan dan ketentraman pada manusia saat pohon-pohon yang ada di hutan telah
ditebangi atau mampukah tanaman hijau yang ukurannya jauh lebih kecil
menghasilkan hal lebih kecil menghasilkan hal yang sama dengan pohon-pohon yang
ada di hutan dan di gunung yang telah ditebangi. Hal ini mengindikasikan bahwa
pepohonan yang ada di hutan ataupun gunung habis dibabat untuk dijadikan lahan
pertanian atau untuk bercocok tanam.
3. Citraan
Citraan
adalah gambar-gambar dalam pikiran, atau gambaran angan si penyair. Setiap
gambar pikiran disebut citra atau imaji (image). Gambaran pikiran ini adalah
sebuah efek dalam pikiran yang sangat menyerupai gambaran yang dihasilkan oleh
penangkapan kita terhadap sebuah objek.
Pada puisi ini terdapat beberapa
pencitraan yakni sebagai:
a. Citra
Auditif
Citraan
pendengaran adalah citraan yang dihasilkan dengan menyebutkan atau menguraikan
bunyi suara. Citraan pendengaran berhubungan dengan kesan dan gambaran yang
diperoleh melalui indera pendengaran (telinga). Imaji citra
auditif terdapat pada kata ‘mendesing’
dan ‘menderu’ pada larik ‘mendesing menderu padamu’, kata ‘menyeru’ pada larik ‘menyeru lagu itu’, kata ‘gemersik’ pada larik ‘gemersik dedaunan lepas’.
b. Citra
Visual
Citraan
penglihatan atau disebut juga citra visual adalah citraan yang ditimbulkan oleh
indera penglihatan (mata). Citraan ini paling sering digunakan oleh penyair.
Citraan penglihatan mampu memberi rangsangan kepada indera penglihatan sehingga
hal-hal yang tidak terlihat menjadi seolah-olah terlihat. Imaji
cita visual terdapat pada larik ‘adakah
melintas sepintas’, bentuk ‘dedanunan
lepas’ pada larik ‘gemersik dedaunan
lepas’, larik ‘deretan bukit-bukit
biru’, dan larik ‘gugusan mega’.
4. Gaya
Bahasa
Gaya bahasa atau yang sering disebut majas
adalah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa khas yang memperlihatkan jiwa
dan kepribadian penulis. Penggunaan majas sering ditemukan dalam karya sastra
termasuk puisi. Majas yang terdapat dalam puisi ini secara umum atau
keseluruhan menggunakan majas penegasan. Majas penegasan (pengulangan) ini
meliputi:
a. Majas
Retorik
Majas retorik adalah majas yang berupa
pertanyaan, yang sebenarnya tidak perlu dijawab karena memberi penegasan,
sindiran, dan keluhan. Pada puisi ini terdapat majas retorik yang dapat dilihat
dari penggunaan kata ‘adakah’ pada
larik pertama dan larik kedua yang terdapat pada bait pertama dan bait ketiga.
b. Majas
Paralelisme
Majas paralelisme adalah majas yang
mengulang kata di setiap baris yang sama dalam satu bait dengan menggunakan
kata, frasa, atau klausa yang sejajar. Pada puisi ini terdapat majas
paralelisme yang dapat dilihat pada perulangan larik yakni ‘Adakah suara cemara’ dan ‘Mendesing menderu padamu’ pada bait pertama
dan ketiga. Selain itu pengulangan kata ‘adakah’
pada larik pertama dan kedua pada bait pertama dan ketiga.
c. Majas
Pleonasme
Majas pleonasme adalah
majas yang menambahkan keterangan pada pernyataan yang sudah jelas atau
menambahkan keterangan yang sebenarnya tidak diperlukan. Pada puisi ini
terdapat majas pleonasme yang terdapat pada larik kedua yang terdapat pada bait
pertama dan kedua yakni ‘mendesing
menderu’ dan terdapat pada larik ketiga bait pertama yakni ‘melintas sepintas’. Masing-masing bentuk
tersebut bertujuan untuk lebih menegaskan arti kata yang tersirat dalam puisi
tersebut.
Selain itu, juga terdapat majas perbandingan
makna, yakni:
a. Majas
Metafora
Majas metafora adalah majas yang
mengungkapkan sesuatu secara langsung, berupa perbandingan analogis. Majas metafora
pada puisi ini terdapat pada larik keempat bait kedua yakni ‘ialah hiasan kencana’, ‘kencana’ berarti ‘emas’ atau ‘harta
berharga’ merupakan makna kiasan bagi pohon-pohon yang ada di hutan atau gunung
sebagai paru-paru dunia yang menjadi harta berharga dunia ini. Selain itu, juga
terdapat pada larik ketiga pada bait ketiga ‘adakah lautan ladang jagung’.
b. Majas
Metonimia
Majas metonimia adalah majas yang
menggunakan sepatah dua patah kata, yang merupakan merek, macam, atau lainnya
yang merupakan satu kesatuan dari sebuah kata. Majas metonimia pada puisi ini
terdapat pada kata ‘cemara’ dalam larik pertama yang terdapat dalam bait
pertama dan ketiga.
Komentar
Posting Komentar