Cerpen 1

Saya akan memposting sebuah cerpen yang dibuat dalam rangka tugas sekolah. Cerpen ini selesai diketik pada tanggal 26 September 2013.


Mimpi          



Angin yang berhembus, membuat sosok itu semakin tenggelam dalam lamunan. Entah apa yang sedang ia pikirkan, ia duduk di bangku itu sepanjang waktu isirahat pertama. Begitupun degan di kelas, ia selalu melamun jka tak ada guru yang mengajar. Hanya sesekali lamunannya buyar ketika salah seorang teman menegurnya.
          “Afasa, jangan melamun!”
          Afasa hanya tersenyum, kemudian kembali pada lamunannya. Sesungguhnya ia tak sedang memikirkan seseorang yang ia sukai seperti remaja era ini jika sedang melamun. Bukan karena  sedang galau, penyakit yang diderita remaja era ini.  Tetapi ia memikirkan dirinya dan mimpi yang ia alami. Mimpi yang begitu yata hingga ia dapat mengingatnya dengan detail. Terkadang jika ia mengingatnya, matanya berkaca-kaca. Ketika air matanya jatuh, ia segera menghapus air matanya agar tak satu orang pun tahu akan hal yang ia alami. Kemudian ia pun memikirkan hal yang menyenangkan. Tetapi sia-sia, ingatan akan mimpi itu kembali lagi.
          “Kematian,,,” ucapku
          “Ajalku mungkin sudah dekat” lanjutnya
          “Aku belum siap, aku takut” lirihnya
          “Aku harus berubah” bisiknya dengan yakin
          Saat itu, Afasa sedang berbaring. Dalam penglihatannya, lampu kamar tiba-tiba menjadi redup, samar-samar. Tubuhnya terasa lemah, dan sedang menunggu, entah siapa ia tak tahu. Sesosok yang tak bisa ia gambarkan seolah-olah datang dari pintu kamar, berjalan menuju arahnya. Tetapi ia tak dapat melihat sosok itu, ia sedang berbaring membelakangi pintu kamar dengan cahaya yang redup. Afasa merasakan hal yang mengerikan akan terjadi padanya. Sosok itu tib-tiba berada di bagian kepalanya. Afasa mendadak terdiam, tubuhnya kaku. Sosok itu seperti menarik sesuatu dari tubuh Afasa di bagian kepala. Semakin ditarik, kepala Afasa semakin mendongak. Afasa ingin berteriak, tetapi tubuhnya terlalu kaku untuk mengucapkan sepenggal kata. Bukan rasa sakit yang ia rasakan,tetapi rasa takut dan cemas. Afasa mengingat semua dosa yang telah ia lakukan,khususnya dalam menjalankan sholat lima waktu. Satu hal yang ia pikirkan,nlah ajalnya. Ia berusaha untuk mengucapkan dua kalimat syahadat, tetapi tak semudah yang ia bayangkan. Ia terus berusaha dan berusaha hingga kalimat itu dapat ia ucapkan. Walaupun dengan terbata-bata dan tak begitu jelas, dengan suara yang amat pelan, hingga orang yang berada didekatnya mungkin tak dapat mendengarnya. Afasa berpikir bahwa ia akan ditempatkan di tempat yang paling dasar, panas, dan gelap. Dan saat itu,,,,
          Afasa membuka matanya,peluh bercucuran diwajahnya. Afasa kaget, takut, sedih. Afasa masih mengingatnya,proses yang menakutkan itu. Yang membuat nafasnya menjadi sesak dan jantungnya terasa berlari dengan cepat. Afasa termenung sebentar, mengatur nafas, mengingat semua dosa yang pernah ia lakukan. Sesekali mengambil nafas panjang, dan bertekat untuk berubah.
          “Aku harus lebih baik”
         “Aku tak ingin lagi lalai dalam sholatku”
          “Aku harus membayar nazarku dan hutangku”
          Air mata Afasa jatuh, ia terisak kala mengingatnya. Afasa berpikir bagaimana jika semua itu nyata, akankah ia pergi dengan beribu-ribu dosa.
Segera ia melihat jam, di sana tertera pukul 02.15 WITA. Ia pun segera berbenah diri, beranjak dari tempat tidurnya. Ia mengambil air suci, dan berpakaian suci yang menutu auratnya. Afasa bersujud kepada Sang Khalik, dan berdoa dengan khusyuk, meminta ampun atas dosa-dosa yang ia lakukan. Air matanya kembali bercucuran.
Masih dalam lamunannya, ia merenungi kejadian itu. Dan sesekali berpikir ajalnya tak lama lagi. Dan ia harus berubah. Afasa tak ingin meninggalkan dunia ini dalam keadaan seperti ayam yang disembelih atau seperti pak yang tertanam di kaki dan dicabut secara paksa. Sejak malam itu, Afasa berubah. Ia kini lebih rajin dalam beribadah, tak lalai lagi. Membayar semua nazar dan hutangnya untuk menahan lapar serta nafsunya. Tetap sesekali ia takut, sebagai manusia biasa, ada kalanya ia mungkin akan berbuat dosa dan mungkin seperti dulu. Namun, ia akan selalu berusaha untuk tetap menjadi lebih baik lagi dan selalu menepati janjinya. Malam itu, akan selalu diingat oleh Afasa,karena malam itu ia mendapatkan sesuatu yang berharga. Dan akan selalu ia renungi saat ia sedang sendiri.
Lamunannya terhenti saat teman karibnya menegurnya.
“Afasa!”
“Apa?”
“Temani aku”
“Kemana?”
“Kantor”
“Baiklah”

Tamat

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bahasa Daerah Makassar

Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia

Apresiasi Puisi Indonesia