Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia


PERIBAHASA
Oleh Shafariana, dkk.
I.     PENDAHULUAN
Bangsa Indonesia terkenal dengan adat dan budayanya yang beraneka ragam, termasuk bahasa yang dimiliki. Bangsa Indonesia memanfaatkan bahasa Indonesia dengan penataan kata-kata sedemikian rupa untuk menyampaikan teguran, nasihat, kelakuan seseorang, bahkan sindiran, yang biasanya disebut peribahasa.
Peribahasa Indonesia merupakan kebudayaan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia yang sudah ada sejak dahulu.  Peribahasa inilah yang menjadi salah satu sarana enkulturasi dalam proses penanaman nilai-nilai adat dari generasi ke generasi. Oleh karena itu, peribahasa Indonesia perlu dipertahankan bahkan dikembangkan agar dapat diwariskan kepada generasi selanjutnya sebagai bentuk kebudayaan yang sudah berakar bagi bangsa Indonesia.
Namun, dewasa ini peribahasa kurang digunakan dalam bangsa Indonesia karena berbagai faktor luar. Hal ini mengakibatkan pemuda Indonesia kurang memahami peribahasa itu sendiri, terutama jenis dari peribahasa. Misalnya saja, pemuda sekarang membedakan istilah ungkapan dengan peribahasa. Padahal, ungkapan merupakan salah satu betuk dari peribahasa itu sendiri. Oleh karena itu, diperlukan pembelajaran atau pembahasan mengenai peribahasa, salah satunya dalam bentuk makalah. Pembahasan mengenai peribahasa diharapkan agar pembaca dapat lebih memahami peribahasa khususnya jenis peribahas serta  mampu menerapkan dan mengembangkan peribahasa itu sehingga peribahasa sebagai bentuk pelestarian kebudayaan.
II.  PEMBAHASAN
A.  Pengertian Peribahasa
Peribahasa banyak digunakan dalam kehidupan orang-orang jaman dulu. Hal ini disebabkan cara-cara yang seperti ini dianggap sebagai jalan yang paling mudah bagi mereka untuk memberi nasihat, teguran, atau sindiran.
Peribahasa mengandung sistem budaya masyarakat yang berkaitan dengan nilai-nilai, norma, aturan, dan pandangan hidup yang menjadi acuan bagi anggota masyarakat. Peribahasa sering digunakan dalam percakapan sehari-hari, upacara adat, hajatan, dan sebagainya. Peribahasa merupakan satu sarana enkulturasi dalam proses penanaman nilai-nilai adat dari generasi ke generasi dalam kebudayaan Melayu.
Perkembangan peribahasa sangat dipengaruhi oleh perubahan yang terjadi di masyarakat. Setiap perubahan yang terjadi, biasanya diiringi dengan lenyapnya peribahasa yang tidak lagi sesuai dengan keadan yang telah berubah.
Pemahaman mengenai peribahasa dapat dilihat dari berbagai definisi sebagai berikut.
1.    Menurut Dwi Sunar Prasetyono (2011: 65), peribahasa adalah kalimat atau kelompok kata yang tetap susunannya, dan mengiaskan satu maksud tertentu. Susunan kata di dalam peribahasa bersifat tetap. Jika susunan kata itu tidak lagi dapat dikatakan peribahasa, melainkan sebagai kalimat biasa.
2.    Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Edisi Ketiga (2005), peribahasa adalah (1) kelompok kata atau kalimat yang tetap susunannya, biasanya mengiaskan maksud tertentu (dalam peribahas termasuk juga bidal, ungkapan, perumpamaan); (2) ungkapan atau kalimat ringkas padat, berisi perbandingan, perumpamaan, nasihat, prinsip hidup atau aturan tingkah laku.
3.    Dalam Kamus Linguistik (Kridalaksana, 1982), peribahasa adalah kalimat atau penggalan kalimat yang telah membeku bentuk, makna dan fungsinya dalam masyarakat bersifat turun-temurun, dipergunakan untuk penghias karangan atau percakapan, penguat maksud karangan, pemberi nasihat, pengajaran atau pedoman hidup; mencakup bidal, pepatah, perumpamaan ibarat, pameo.
4.    Mahniar (2015) mengatakan bahwa definisi peribahasa menurut arti kata yakni:Kelompok kata atau kalimat yang tetap susunannya, biasanya mengiaskan maksud tertentu. Ungkapan atau kalimat ringkas padat, berisi perbandingan, perumpamaan, nasihat, prinsip hidup atau aturan tingkah laku.
5.    Menurut Badudu (Rahmawati, 2006), peribahasa merupakan semua bentuk yang mengadung arti kiasan, termasuk ungkapan berupa kata/frase, perumpamaan, dan ibarat/tamsil, pepatah dan petitih.
6.    Surdayat (Ilham, 2015) mengatakan bahwa peribahasa adalah salah satu bentuk idiom berupa kalimat yang susunannya tetap dan menunjukkan perlambangan kehidupan.
7.    Yustinah dan Iskak (Ilham, 2015) memandang peribahasa sebagai sebuah istilah umum berupa frasa atau kalimat yang susunannya tetap dan biasanya mengungkapkan maksud tertentu. Dalam hal ini, peribahasa mencakup ungkapan, pameo, tamsil atau ibara bidal, perumpamaan dan pepatah.
8.    Peribahasa menurut Djamaris (Ilham, 2015) bersifat universal, berlaku untuk semua orang dan segala zaman; peribahasa dapat ditafsirkan sesuai dengan suasana dan situasi peribahasa itu digunakan; peribahasa itu mempunyai arti kiasan; peribahasa itu merupakan perumpamaan yang tepat, halus, dan jelas; peribahasa adalah mutiara bahasa, mestika bahasa, bunga bahasa, dan keindahan bahasa; dan peribahasa itu dapat digunakan sebagai nasihat, sindiran-sindiran, dan digunakan sebagai bahasa diplomasi.

B.   Ciri-Ciri Peribahasa
Berdasarkan beberapa pengertian mengenai peribahasa di atas, kita dapat mengetahui bahwa peribahasa memiliki beberapa ciri-ciri sebagai berikut.
1.    Berupa kelompok kata, frase, atau kalimat.
2.    Memiliki susunan yang tetap.
3.    Bermakna kias.
4.    Bahasa yang ringkas, padat, jelas, dan halus.
5.    Bersifat turun-temurun.
6.    Bersifat universal.
7.    Dapat ditafsirkan sesuai dengan situasi dan suasana pada saat peribahasa digunakan.
8.    Makna berupa nasihat, sindiran, pedoman hidup.
9.    Digunakan untuk mengontrol atau menilai sikap dan perilaku seseorang atau kelompok tertentu (Arimi dalam Ilham, 2015).
Arimi dalam Ilham (2015) menguraikan bahwa peribahasa mencakup empat kekuatan penting sebagai berikut.
1.    Secara kognitif, peribahasa sebagai penguat tulisan atau percakapan.
2.    Secara afektif dan psikomotorik, peribahasa sebagai alat nasihat.
3.    Secara statis konvensional, peribahasa sebagai sumber kebenaran umum dalam bersikap dan berperilaku dalam sebuah masyarakat bahasa.
4.    Secara dinamik, peribahasa sebagai hipogram dalam menciptakan bentuk transformasi baru (plesetan) untuk memunculkan efek humor bagi masyarakat.

C.  Jenis Peribahasa
Peribahasa berdasarkan pengertian-pengertian di atas dan sumber-sumber lain, dapat dibedakan menjadi lima jenis yakni pepatah, perumpamaan, ungkapan, pameo, dan bidal.
1.    Pepatah
Poerwadarminta (Tarigan, 1986: 157) mengatakan bahwa pepatah adalah sejenis peribahasa yang mengandung nasihat atau ujaran yang berasal dari orang tua-tua. Berdasarkan hal tersebut, Tarigan (1986: 157) mengatakan bahwa pepatah adalah peribahasa yang berisi nasihat dan ajaran (http://www.abdan-syakuro.com/2014/07/makalah-majas-dan-peribahasa-tugas.html).
Sementara menurut KBBI Edisi Ketiga (2005), pepatah adalah peribahasa yang mengandung nasihat atau ajaran dari orang tua-tua (biasanya dipakai atau diucapkan untuk mematahkan lawan bicara). Hal ini berbanding terbalik dengan pengertian pepatah menurut Kridalaksana (1982), bahwa pepatah adalah peribahasa yang terjadi dalam kalimat tak lengkap, berisi hal-hal umum, dan tidak berisi nasihat.
Bakar dalam Ilham (2015) mengatakan bahwa pepatah digunakan untuk mematahkan pembicaraan orang lain secara halus dan berbentuk sindiran. Pepatah menjadi dasar hukum masyarakat dalam bertingkah laku yang mencakup segala aspek kehidupan manusia. Pepatah lahir karena kecenderungan watak mayarakat Minangkabau yang lebih banyak menyampaikan sesuatu secara kias.
Pepatah sebagai peribahasa mengandung isi yang ringkas, bijak, benar, dan seolah-olah dimaksudkan untuk mematahkan ucapan orang lain.
Contoh:
a.    Adat muda menanggung rindu, adat tua menahan ragam
Arti: Dalam mengerjakan sesuatu pekerjaan, sebaiknya menurut aturan yang berlaku.
(Dwi Sunar Prasetyono, 2011)
b.    Buang air keruh dan ambil air yang jernih
Arti: Meninggalkan pekerjaan yang lama dan mulai dengan penghidupan yang baru.
(Dwi Sunar Prasetyono, 2011)
c.    Bila kail panjang sejengkal, jangan lautan hendak diajuk
Arti: Bila ilmu dan pengalaman kita belum seberapa, janganlah mencoba melawan orang yang berilmu dan berpengalaman.
(Dwi Sunar Prasetyono, 2011)
d.   Sembahyang diberi waktu, janji diberi berketika
Arti: Melakukan sesuatu tetap pada batasnya, jangan berlebihan karena dapat menyusahkan diri sendiri.
(Dwi Sunar Prasetyono, 2011)
e.    Berkawan dengan orang alim menjadi alim, berkawan dengan pencuri menjadi pencuri
Arti: Pilihlah kawan yang baik dan jangan memilih kawan yang berhati jahat.
(Dwi Sunar Prasetyono, 2011)
f.     Adat berkawan zaman berzaman
Arti: apabila berkawan, hendaknya untuk selamanya.
(Nur Arifin Chaniago dan Arief Budiman, 2003)
g.    Tuah melambung tinggi, celaka menimpa, celaka sebesar gunung
Betapa pun tingginya ilmu seseorang, bila tidak berpenghasilan, hidupnya akan susah juga
(Nur Arifin Chaniago dan Arief Budiman, 2003)
2.    Perumpamaan
Perumpamaan dalam KBBI Edisi Ketiga (2005) berarti (1) perbandingan; ibarat, (2) peribahasa yang berupa perbandingan. Sementara dalam Kamus Linguistik (Kridalaksana, 1982) perumpamaan adalah peribahasa yang berisi perbandingan, terjadi dari maksud (yang tidak diungkapkan) dan perbandingan (yang diungkapkan). Perumpamaan kadang-kadang memakai kata seperti: ibarat, bagai, macam, dsb; kadang-kadang tidak.
Menurut Poerwadarminta (Tarigan, 1986: 160), perumpamaan berarti ibarat, amsal, persamaan (perbandingan), sehingga perumpamaan adalah peribahasa yang berupa perbandingan. Perumpamaan menggunakan pemakaian kata-kata: seperti, sebagai, laksana, bak, ibarat, bagai, bagaikan, seumpama, umpama, dsb secara eksplisit (http://www.abdan-syakuro.com/2014/07/makalah-majas-dan-peribahasa-tugas.html).
Yustina dan Iskak dalam Ilham (2015) mengemukakan bahwa perumpamaan merupakan peribahasa yang mengandung perbandingan. Perbandingan terdiri atas perbandingan tertutup dan perbandingan terbuka. Perbandingan tertutup didahului kata-kata seperti bagai, bak, umpama, dan seperti. Sementara perbandigan terbuka tidak menggunakan kata-kata tersebut.

Contoh:
a.    Bagai kambing dihalau ke air
Arti: Orang yang enggan mengerjakan suatu pekerjaan yang tidak disukainya.
(Dwi Sunar Prasetyono, 2011)
b.    Bak ajung berat sebelah
Arti: Pertimbangan atau keputusan yang tidak adil.
(Dwi Sunar Prasetyono, 2011)
c.    Ibarat balam, mata lepas dalam badan terkurung
Arti: Perihal keadaan seseorang gadis yang dipingit.
(Dwi Sunar Prasetyono, 2011)
d.   Seperti pohon bambu ditiup angin
Arti: Orang yang sanggup menderita kekurangan dengan sabar dan bila kesusahan telah lewat, dia dapat menegakkan kepala kembali.
(Dwi Sunar Prasetyono, 2011)
e.    Seumpama telur sesarang, dierami induknya
Arti: Perihal anak yang mengalami kesuksesan karena dididik dengan baik baik oleh orang tuanya.
(Dwi Sunar Prasetyono, 2011)
f.     Laksana pahat dengan penukul
Arti: Perihal seseorang yang melakukan suatu pekerjaan dengan sempurna hanya bila mendapatkan pengawasan.
(Dwi Sunar Prasetyono, 2011)
g.    Bersuris bagai pasir, berbau bagai embacang
Arti: Saudara yang sangat jauh tidak memiliki hak yang kuat atas warisan.
(Nur Arifin Chaniago dan Arief Budiman, 2003)
3.    Ungkapan
Ungkapan menurut Poerwardaminta (Tarigan, 1986:164) adalah perkataan atau kelompok kata yang khusus untuk menyatakan sesuatu maksud dengan arti kiasan (http://www.abdan-syakuro.com/2014/07/makalah-majas-dan-peribahasa-tugas.html).
Adapun menurut KBBI Edisi Ketiga (2005), ungkapan dalam istilah linguistik berarti kelompok kata atau gabungan kata yang menyatakan makna khusus (makna unsur-unsurnya sering kali menjadi kabur). Sementara itu Ilham (2015) mengatakan bahwa ungkapan merupakan gabungan kata yang maknanya tidak dapat diturunkan dari makna-makna kata yang membentuknya.
Contoh:
a.    Mengabui mata orang
Arti: Menipu orang lain.
(Dwi Sunar Prasetyono, 2011)
b.    Itik diajar berenang
Arti: Mengajar orang yang memiliki lebih banyak pengalaman.
(Dwi Sunar Prasetyono, 2011)

c.    Megandakkan layar
Arti: Mengurangi belanja.
(Dwi Sunar Prasetyono, 2011)
d.   Kecil-kecil cabai rawit
Arti: Kecil-kecil tetapi cerdik dan pemberani
(Dwi Sunar Prasetyono, 2011)
e.    Makan hati berulam jantung
Arti: Sangat menyedihkan.
(Dwi Sunar Prasetyono, 2011)
f.     Pucuk di cinta ulam pun tiba
Arti: Mendapatkan sesuatu yang lebih baik dari yang diinginkan.
(Dwi Sunar Prasetyono, 2011)
g.    Bersesapan belukar
Arti: Pekerjaan tidak sempurna.
(Nur Arifin Chaniago dan Arief Budiman, 2003)
4.    Pameo
Menurut Mahniar, pameo adalah jenis peribahasa yang dijadikan semboyan. Sementara Kridalaksana mengatakan bahwa pemeo adalah semboyan yang terjadi dari peribahasa; peribahasa yang dijadikan semboyan.
Contoh:
a.    Duduk sama rendah, berdiri sama tegak
Arti: Sejajar dalam martabat atau tingkatannya.
(Dwi Sunar Prasetyono, 2011)
b.    Hidup dikandung adat, mati dikandung tanah
Arti: Ketika hidup mengikuti aturan dan kebiasaan yang berlaku, setelah mati berserah diri kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.
(Dwi Sunar Prasetyono, 2011)
c.       Seiikat bagai sirih, serumpun bagai serai
Arti: Selalu bersatu dalam segala hal.
(Nur Arifin Chaniago dan Arief Budiman, 2003)
d.      Esa hilang, dua terbilang
Arti: Terus berusaha hingga tercapai cita-cita.
e.       Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh
Arti: Seia sekata atau bersatu padu
f.     Sebaik-baik tinggal di rantau, baik juga di negeri sendiri
Arti: Semakmur-makmurnya tinggal di negeri orang, lebih baik hidup di negeri sendiri.
(Dwi Sunar Prasetyono, 2011)
g.    Daripada hidup bercermin bangkai, lebih baik mati berkalang tanah
Arti: Daripada hidup menanggung malu, lebih baik mati.


5.    Bidal
Bidal adalah jenis puisi lama dalam bentuk peribahasa dalam sastra Melayu lama yang kebanyakan berisi sindiran, peringatan, nasihat, dan sejenisnya. Bidal merupakan jenis peribahasa yang memiliki arti lugas, irama, dan rima. Sehingga bidal dapat digolongkan ke dalam jenis puisi (https://id.wikipedia.org/wiki/Bidal).
KBBI Edisi Ketiga (2005) mengatakan bahwa bidal merupakan istilah arkais (label yang tidak lazim) berarti peribahasa atau pepatah yang mengandung nasihat, peringatan, sindiran, dsb. Bidal menurut Kridalaksana adalah peribahasa yang berupa kalimat tak lengkap dan berisi nasihat atau pengajaran.
Contoh:
a.    Bagai kerakap di atas batu, hidup segan mati tak mau
Arti: Perihal orang yang sangat bahagia
(Nur Arifin Chaniago dan Arief Budiman, 2003)
b.      Ada ubi ada talas, ada budi ada balas
Arti: Setiap perbuatan baik selalu ada ganjaran kebaikannya
(Nur Arifin Chaniago dan Arief Budiman, 2003)
c.       Kecil tak boleh disangka anak, besar tak boleh disangka bapak
Arti: Pengetahuan dan pengalaman tidak memandang segi usia. Adakalanya orang muda yang memiliki pengetahuan dan pengalaman yang banyak dibandingkan oleh orang yang usianya lebih tua darinya.
(Dwi Sunar Prasetyono, 2011)
d.      Tua-tua keladi, makin tua makin berisi
Arti: Orang tua yang berperilaku seperti anak muda
(Dwi Sunar Prasetyono, 2011)
e.       Mara jangan dipukat, rezeki jangan ditolak
Arti: Jangan mencari-cari bahaya agar tidak mendapatkan kesusahan.
(Dwi Sunar Prasetyono, 2011)
f.       Alang-alang menceluk pekasan, biar sampai ke pangkal lengan
Arti: Mengerjakan sesuatu jangan setengah-setengah.
(Dwi Sunar Prasetyono, 2011)
g.      Burut pipit sama enggang, mana boleh sama terbang
Arti: Persahabatan atau perjodohan itu akan sempurna dan sejalan bila ada persamaan tingkat derajatnya.
(Dwi Sunar Prasetyono, 2011)










III.              Penutup
Bangsa Indonesia terkenal dengan adat dan budayanya yang beraneka ragam, termasuk bahasa yang dimiliki. Bangsa Indonesia memanfaatkan bahasa Indonesia dengan  penataan kata-kata sedemikian rupa untuk menyampaikan teguran, nasihat, kelakuan seseorang, bahkan sindiran, yang biasanya disebut peribahasa.
Peribahasa memiiki beberapa jenis yakni pepatah, perumpamaan, ungkapan, pameo, dan bidal. Pepatah adalah peribahasa yang berisi nasihat dan ajaran. Perumpamaan adalah peribahasa yang berupa perbandingan. Yang menggunakan pemakaian kata-kata: seperti, sebagai, laksana, bak, ibarat, bagai, bagaikan, seumpama, umpama, dsb secara eksplisit. Ungkapan adalah peribahasa berupa perkataan atau kelompok kata yang khusus untuk menyatakan sesuatu maksud dengan arti kiasan. Sementara pameo adalah jenis peribahasa yang dijadikan semboyan. Adapun bidal adalah jenis puisi lama dalam bentuk peribahasa yang memiliki arti lugas, irama, dan rima.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2011. “Pribahasa”. http://dreammknight.blogspot.co.id/2011/09/pribahasa.html. diakses pada 13 November 2015
Arifuddin, Mahniar. 2015. “Peribahasa, Ungkapan, dan Majas”. http://mahniar21.blogspot.com/2015/02/peribahasa-ungkapan-dan-majas.html. diakses pada 12 November 2015
Chaniago, Nur Arifin dan Arief Budiman. 2003. Kamus Lengkap Pribahasa Indonesia. Bandung: Pustaka Grafika
Departemen Pendidikan Nasional, Pusat Bahasa. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Ilham, Kurnia. 2015. “Metafora Kepemimpinan dalam Peribahasa Minangkabau dan Peribahasa Indonesia: Kajian Etnolinguistik”. Skripsi. Yogyakarta: Sastra Indonesia, Universitas Gadjah Mada
Iskandar, Rahmawati. 2006. “Analisis Peribahasa Jepang dan Indonesia yang Menggunakan Kata “Kera” (Saru)”. Skripsi. Bandung: Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Pendidikan Indonesia
Kridalaksana, Harimurti. 1982. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia
Maulana, Dewan Adi. 2014. “Pribahasa” http://dewanadimaulanaa.blogspot.co.id/. diakes pada 12 November 2015
Prasetyono, Dwi Sunar. 2011. Buku Lengkap Majas dan 3000 Peribahasa untuk SD, SMP, dan Umum. Yogyakarta: Diva Press
Sukma, Lalita Pathya. 2013. “Peribahasa”. http://lalitapathyasukma.blogspot.co.id/2013/01/peribahasa.html. diakses pada 12 November 2015
Syakuro, Abdan. 2014. “Makalah Majas dan Peribahasa (Tugas Semantik)”. http://www.abdan-syakuro.com/2014/07/makalah-majas-dan-peribahasa-tugas.html. diakses pada 12 November 2015
Wiki Buku. 2013. “Bahasa Indonesia/Pameo”. https://id.wikibooks.org/wiki/Bahasa_Indonesia/Pemeo. diakses pada 13 November 2015
Wikipedia. 2014. “Bidal”. https://id.wikipedia.org/wiki/Bidal. diakses pada 13 November 2015




Komentar

  1. terimakasih atas materi nya bacaaanya tersebut mudah dimengerti dan dipahami. Visit Us

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bahasa Daerah Makassar

Apresiasi Puisi Indonesia