Wacana

A.  Pengertian Wacana
Berikut ini pengertian wacana menurut beberapa ahli.
1.    Webster dalam Tarigan (1987) mengatakan bahwa wacana atau discourse berasal dari bahasa Latin yakni “discursus” yang berarti “lari kian kemari”, yang merupakan turunan kata “dis” yang berarti “dari, dalam arah yang berbeda” dan “currere” yang berarti “lari”. Hal ini meliputi hal berikut.
a.    Komunikasi pikiran dengan kata-kata; ekspresi ide-ide atau gagasan-gagasan; konversi atau percakapan.
b.    Komunikasi secara umum, terutama sebagi suatu subjek studi atau pokok telaah.
c.    Risalat tulis; disertasi formal; kuliah; ceramah; khotbah.
2.    Linde dalam Tarigan (1987) berpendapat bahwa unit wacana adalah unit alamiah dengan permulaan dan akhir yang nyata, dan sejumlah struktur internal. Unit-unit wacana memunyai struktur internal yang sama teratur dan terpercayanya dengan  struktur kalimat, diorganisir oleh sejumlah prinsip koherensi yang formal dan yang bersifat kultural.
3.    Wacana menurut Edmondson dalam Tarigan (1987) adalah suatu peristiwa yang terstruktur yang dimanifestasikan dalam perilaku linguistik (atau yang lainnya).
4.    Wacana  menurut Stubbs dalam Tarigan (1987) adalah organisasi bahasa di atas kalimat atau di atas klausa; dengan perkataan lain unit-unit linguistik yang lebih besar daripada kalimat atau klausa, seperti pertukaran-pertukaran percakapan atau teks-teks tertulis. Secara singkat, teks bagi wacana adalah kalimat bagi ujaran.
5.    Deese mengungkapkan bahwa wacana adalah seperangkat preposisi yang saling berhubungan untuk menghasilkan suatu rasa kepaduan atau rasa kohesi bagi penyimak atau pembaca (Tarigan, 1987).
6.    Kridalaksana dalam Tarigan (1987) juga mengatakan bahwa wacana (discourse) adalah satuan bahasa terlengkap; dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar. Wacana direalisasikan dalam bentuk karangan yang utuh (novel, buku, seri, ensiklopedia, dan sebagainya), paragraf, kalimat, atau kata yang membawa amanat yang lengkap.
7.    Tarigan (1987) mengatakan bahwa batasan wacana adalah satuan bahasa yang terlengkap dan tertinggi atau terbesar di atas kalimat-atau klausa dengan koherensi dan kohesi tinggi yang berkesinambungan yang memunyai awal dan akhir yang nyata disampaikan secara lisan atau tertulis.
8.    Wacana menurut Moeliono, dkk. dalam Djajasudarma (1994) adalah rentetan kalimat yang berkaitan yang menghubungkan preposisi yang satu dengan preposisi yang lain, membentuk satu kesatuan.
9.    Richards dalam Djajasudarma (1994) juga mengatakan bahwa wacana dikatakan pula sebagi salah satu istilah umum dalam contoh pemakaian bahasa, yakni bahasa yang dihasilkan oleh tindak komunikasi.
Jadi, dari pengertian-pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan yang serupa dengan batasan wacana menurut Tarigan (1987) bahwa wacana adalah satuan bahasa terlengkap dan terbesar yang tersusun secara kohesi dan koherensi serta kontinuitas membentuk satu kesatuan utuh yang berisi suatu topik dengan penyampaiannya berupa lisan ataupun tertulis.
Tarigan (1987) mengatakan bahwa terdapat unsur-unsur penting wacana atau disebut hakikat wacana, yakni sebagai berikut.
1.    Satuan bahasa
2.    Terlengkap dan tertinggi/terbesar
3.    Di atas kalimat/klausa
4.    Teratu/tersusun rapi/koherensi
5.    Berkesinambungan/kontinuitas
6.    Kohesi/rasa kepaduan
7.    Lisan/tertulis
8.    Awal dan akhir yang nyata
B.  Struktur Wacana
Wacana yang ideal memiliki struktur sebagai berikut.
1.      Awal yang bersifat abstrak dan orientasi.
2.      Tengah berisi pembahasan; inti, klimaks.
3.      Akhir/penutup yang bersifat koda.
C.  Jenis Wacana
1.      Klasifikasi Tarigan
Menurut Tarigan (1987), wacana dapat diklasifikasikan berdasarkan: (a) tertulis atau tidaknya wacana; (b) langsung atau tidaknya pengungkapan wacana; (c) cara penuturan wacana; (d) bentuk wacana.
a.    Tertulis atau tidaknya wacana
1)   Wacana tulis
Wacana tulis (written discourse) adalah wacana yang disampaikan secara tertulis atau melalui media tulis. Penerimaan informasi dalam wacana ini bersifat satu arah atau sering dikaitkan dengan istilah monolog text atau non-interaktif monologue. Cara menerima, memahami, dan menikmati wacana ini yakni dengan membaca. Wacana ini mencakup wacana tidak langsung, wacana penuturan, wacana prosa, wacana puisi, dsb.
2)   Wacana lisan
Wacana lisan (spoken discourse) adalah wacana yang disampaikan secara lisan atau melalui media lisan. Penerimaan informasi dalam wacana ini bersifat dua arah atau sering dikaitkan dengan istilah interactive monologue atau wacana interaktif. Cara menerima, memahami, dan menikmati wacana ini yakni dengan menyimak atau mendengarkan.
b.    Langsung atau tidaknya pengungkapan wacana
1)   Wacana langsung
Wacana langsung (direct discourse) menurut Kridalaksana (Tarigan, 1978) adalah kutipan wacana yang sebenarnya dibatasi oleh intonasi atau pungtuasi.
2)   Wacana tidak langsung
Wacana tidak langsung (indirect discourse) menurut Kridalaksana (Tarigan, 1978) adalah pengungkapan kembali wacana tanpa mengutip harfiah kata-kata yang dipakai oleh pembicara dengan mempergunakan konstruksi gramatikal atau kata tertentu, antara lain dengan klausa subordinatif, kata bahwa, dsb
c.    Cara penuturan wacana
1)   Wacana pembeberan
Wacana pembeberan (expository discourse) menurut Kridalaksana (Tarigan, 1978) adalah wacana yang tidak mementigkan waktu dan penutur, berorientasi pada pokok pembicaraan, dan bagian-bagiannya diikat secara logis.
2)   Wacana penuturan
Wacana penuturan (narrative discourse) menurut Kridalaksana (Tarigan, 1978) adalah wacana yang mementingkan urutan waktu, dituturkan oleh persona pertama atau ketiga dalam waktu tertentu, berorientasi pada pelaku, dan seluruh bagiannya diikat oleh kronologi.
d.   Bentuk wacana
1)   Wacana prosa
Wacana prosa adalah wacana yang disampaikan dalam bentuk prosa. Wacana ini dapat berbentuk lisan ataupun tulisan, langsung ataupun tidak langsung, dapat pula pembeberan atau penuturan. Contoh wacana ini yakni novel, cerpen, novelet, artikel, skripsi, kertas kerja, surat, dsb.
2)   Wacana puisi
Wacana puisi adalah wacana yang disampaikan dalam bentuk puisi baik lisan ataupun tulisan.
3)   Wacana drama
Wacana drama adalah wacana yang disampaikan dalam bentuk drama; dialog, baik secara lisan ataupun tulisan
2.      Klasifikasi Djajasudarma
Menurut Djajasudarma (1994), wacana dapat dikaji dari segi: (a) realitas atau eksistensi; (b) media komunikasi; (c) cara pemaparan; dan (d) jenis pemakaian.
a.    Realitas wacana
1)   Wacana verbal
Wacana verbal (language exist) mengacu pada struktur bahasa apa adanya.
2)   Wacana nonverbal
Wacana nonverbal (language likes) mengacu pada wacana sebagai rangkaian nonbahasa berupa isyarat atau tanda-tanda yang bermakna
b.    Media komunikasi wacana
1)   Wacana lisan
Wacana lisan berwujud: a) sebuah percakapan atau dialog yang lengap dari awal sampai akhir; dan b) satu penggalan ikatan percakapan (rangkaian percakapan yang lengkap, yang memuat: gambaran situasi; maksud; rangkaian penggunaan bahasa).
2)   Wacana tulisan
Wacana tulisan berwujud: a) sebuah teks/bahan tertulis yang dibentuk oleh lebih dari satu ainea yang mengungkapkan sesuatu beruntun dan utuh; b) sebuah alinea, merupakan wacana, apabila teks hanya terdiri atas sebuah alinea, dapat diaggap sebagai satu kesatuan misi korelasi dan situasi yang utuh; c) sebuah wacana (khusus bahasa Indonesia) mungkin dapat dibentuk oleh sebuah kalimat majemuk dengan subordinat dan koordinasi atau sistem elipsis.
c.    Pemaparan wacana
Pemaparan wacana sama dengan tinjauan isi, cara penyusunan, dan sifatnya.
1)   Wacana naratif
Wacana naratif adalah rangkaian tuturan yang menceritakan atau menyajikan hal atau kejadian (peristiwa) melalui penonjolan pelaku. Isi wacana ditujukan ke arah memperluas wawasan dengan kekuatan yang terletak pada urutan cerita berdasarkan waktu, cara bercerita, atau plot.
2)   Wacana prosedural
Wacana prosedural adalah wacana yang dipaparkan dengan rangkaian tuturan yang melukiskan sesuatu yang berurutan dan kronologis. Wacana ini disusun untuk menjawab pertanyaan bagaimana suatu peristiwa atau pekerjaan dilakukan atau dialami, atau bagaimana cara mengerjakan atau menghasilkan sesuatu.
3)   Wacana hortatori
Wacana hortatori adalah wacana yang berisi ajakan atau nasihat, dapat berupa ekspresi yang memperkuat keputusan untuk lebih meyakinkan. Wacana ini digunakan untuk memengaruhi agar terpikat akan suatu pendapat yang dikemukakan. Isi wacana selalu berusaha untuk memiliki pengikut atau penganut, atau paling tidak menyetujui pendapat yang dikemukakan sehingga terdorong untuk melakukan atau mengalaminya.
4)   Wacana ekspositori
Wacana ekspositori merupakan wacana yang bersifat menjelaskan sesuatu. Wacana ini biasanya berisi pendapat atau simpulan dari sebuah pandangan, berupa rangkaian tuturan yang menjelaskan atau memaparkan sesuatu dengan isi yang lebih menjelaskan dengan cara menguraikan bagian-bagian pokok pikiran. Tujuan wacana ini yakni tercapainya tingkat pemahaman akan sesuatu. Wacana ini dapat berbentuk: ilustrasi dengan contoh; perbandingan; urutan kronologis; dan identifikasi.
5)   Wacana deskriptif
Wacana deskriptif merupakan wacana yang berupa rangkaian tuturan yang memaparkan sesuatu atau melukiskan sesuatu, baik berdasarkan pengalaman maupun pengetahuan penuturnya. Tujuan wacana ini yakni mencapai penghayatan yang imajinatif terhadap sesuatu sehingga pendengar atau pembaca seolah-olah merasakan atau mengalami sendiri secara langsung.
d.   Jenis pemakaian bahasa
1)   Wacana monolog
Wacana monolog adalah wacana yang tiak melibatkan bentuk tutur percakapan atau pembicaraan satu arah.
2)   Wacana dialog
Wacana dialog adalah wacana yang berupa percakapan atau pembicaraan dua arah.
3)   Wacana polilog
Wacana polilog adalah wacana yang melibatkan partisipan pembicaraan di dalam konversasi

DAFTAR PUSTAKA
Tarigan, Henry Guntur.1987.Pengajaran Wacana. Bandung: Angkasa
Djajasudarma, Fatimah. 1994. Wacana: Pemahaman dan Hubungan Antarunsur. Bandung: Eresco

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bahasa Daerah Makassar

Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia

Apresiasi Puisi Indonesia